Sabtu, 24 September 2011

ngentot dengan supir

Cerita seks kali ini adalah sebuah hal yang pernah aku lakukan bersama dengan sopirku yang ganteng sekali. Mungkin cerita sex ini akan menjadi sebuah pengalaman yang baru dari saya karena memang hal ini terjadi ketika aku masih duduk disalah satu sekolah menengah umum di kotaku ini. Kali ini saya akan membagikan pengalaman saya ini kepada pecinta semuanya agar juga bisa menjadi sebuah hal sangat penting buat kalian. Kisah ini terjadi ketika aku masih SMU, ketika umurku masih 18 tahun, waktu itu rambutku masih sepanjang sedada dan hitam (sekarang sebahu lebih dan sedikit merah). Di SMU aku termasuk sebagai anak yang menjadi incaran para cowok. Tubuhku cukup proporsional untuk seusiaku dengan buah dada yang sedang tapi kencang serta pinggul yang membentuk, pinggang dan perutku pun ukurannya pas karena rajin olahraga, ditambah lagi kulitku yang putih mulus ini. Aku pertama mengenal seks dari pacarku yang kemudian putus, pengalaman pertama itu membuatku haus seks dan selalu ingin mencoba pengalaman yang lebih heboh. Beberapa kali aku berpacaran singkat yang selalu berujung di ranjang. Aku sangat jenuh dengan kehidupan seksku, aku menginginkan seseorang yang bisa membuatku menjerit-jerit dan tak berkutik kehabisan tenaga. Ketika itu aku belum diijinkan untuk membawa mobil sendiri, jadi untuk keperluan itu orang tuaku mempekerjakaan Bang Tohir sebagai sopir pribadi keluarga kami merangkap pembantu. Dia berusia sekitar 30-an dan mempunyai badan yang tinggi besar serta berisi, kulitnya kehitam-hitaman karena sering bekerja di bawah terik matahari (dia dulu bekerja sebagai sopir truk di pelabuhan). Aku sering memergokinya sedang mengamati bentuk tubuhku, memang sih aku sering memakai baju yang minim di rumah karena panasnya iklim di kotaku. Waktu mengantar jemputku juga dia sering mencuri-curi pandang melihat ke pahaku dengan rok seragam abu- abu yang mini. Begitu juga aku, aku sering membayangkan bagaimana bila aku disenggamai olehnya, seperti apa rasanya bila batangnya yang pasti
kekar seperti tubuhnya itu mengaduk-aduk kewanitaanku. Tapi waktu itu aku belum seberani sekarang, aku masih ragu-ragu memikirkan perbedaan cachet diantara kami.
Obsesiku yang menggebu-gebu untuk merasakan ML dengannya akhirnya benar-benar terwujud dengan rencana yang kusiapkan dengan matang. Hari itu aku baru bubaran pukul 3 karena ada ekstra kurikuler, aku menuju ke tempat parkir dimana Bang Tohir sudah menunggu. Aku berpura-pura tidak enak badan dan menyuruhnya cepat-cepat pulang. Di mobil, sandaran kursi kuturunkan agar bisa berbaring, tubuhku kubaringkan sambil memejamkan mata. Begitu juga kusuruh dia agar tidak menyalakan AC dengan alasan badanku tambah tidak enak, sebagai gantinya aku membuka dua kancing atasku sehingga bra kuningku sedikit tersembul dan itu cukup menarik perhatiannya. “Non gak apa-apa kan? Sabar ya, bentar lagi sampai kok” hiburnya
Waktu itu dirumah sedang tidak ada siapa-siapa, kedua orang tuaku seperti biasa pulang malam, jadi hanya ada kami berdua. Setelah memasukkan mobil dan mengunci pagar aku memintanya untuk memapahku ke kamarku di lantai dua. Di kamar, dibaringkannya tubuhku di ranjang. Waktu dia mau keluar aku mencegahnya dan menyuruhnya memijat kepalaku. Dia
tampak tegang dan berkali-kali menelan ludah melihat posisi tidurku itu dan dadaku yang putih agak menyembul karena kancing atasnya sudah terbuka, apalagi waktu kutekuk kaki kananku sehingga kontan paha mulus dan CD-ku tersingkap. Walaupun memijat kepalaku, namun matanya terus terarah pada pahaku yang tersingkap. Karena terus-terusan disuguhi pemandangan seperti itu ditambah lagi dengan geliat tubuhku, akhirnya dia tidak tahan lagi memegang pahaku. Tangannya yang kasar itu mengelusi pahaku dan merayap makin dalam hingga menggosok kemaluanku dari luar celana dalamku.
“Sshh.. Bang” desahku dengan agak gemetar ketika jarinya menekan bagian tengah kemaluanku yang masih terbungkus celana dalam. “Tenang Non.. saya sudah dari dulu kesengsem sama Non, apalagi kalau ngeliat Non pake baju olahraga, duh tambah gak kuat Abang ngeliatnya juga” katanya merayu sambil terus mengelusi bagian pangkal pahaku dengan jarinya.
Tohir mulai menjilati pahaku yang putih mulus, kepalanya masuk ke dalam rok abu-abuku, jilatannya perlahan-lahan mulai menjalar menuju ke tengah. Aku hanya dapat mencengkram sprei dan kepala Tohir yang terselubung rokku saat kurasakan lidahnya yang tebal dan kasar itu menyusup ke pinggir celana dalamku lalu menyentuh bibir vaginaku. Bukan hanya bibir vaginaku yang dijilatinya, tapi lidahnya juga masuk ke liang vaginaku, rasanya wuiihh..gak karuan, geli-geli enak seperti mau pipis. Tangannya yang terus mengelus paha dan pantatku mempercepat naiknya libidoku, apalagi sejak sejak beberapa hari terakhir ini aku belum melakukannya lagi. Sesaat kemudian, Tohir menarik kepalanya keluar dari rokku, bersamaan dengan itu pula celana dalamku ikut ditarik lepas olehnya. Matanya seperti mau copot melihat kewanitaanku yang sudah tidak tertutup apa- apa lagi dari balik rokku yang tersingkap. Dia dekap tubuhku dari belakang dalam posisi berbaring menyamping. Dengan lembut dia membelai permukaannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu. Sementara tangan yang satunya mulai naik ke payudaraku, darahku makin bergolak ketika telapak tangannya yang kasar itu menyusup ke balik bra-ku kemudian meremas daging kenyal di baliknya.
“Non, teteknya bagus amat.. sama bagusnya kaya memeknya, Non marah ga saya giniin?” tanyanya dekat telingaku sehingga deru nafasnya serasa menggelitik. Aku hanya menggelengkan kepalaku dan meresapi dalam-dalam elusan-elusan pada daerah sensitifku. Tohir yang merasa mendapat restu dariku menjadi semakin buas, jari-jarinya kini bukan hanya mengelus kemaluanku tapi juga mulai mengorek-ngoreknya, cup bra-ku yang sebelah kanan diturunkannya sehingga dia dapat melihat jelas payudaraku dengan putingnya yang mungil. Aku merasakan benda keras di balik celananya yang digesek-gesek pada pantatku. Tohir kelihatan sangat bernafsu melihat payudaraku yang montok itu, tangannya meremas-remas dan terkadang memilin- milin putingnya. Remasannya semakin kasar dan mulai meraih yang kiri setelah dia pelorotkan cup-nya. Ketika dia menciumi leher jenjangku terasa olehku nafasnya juga sudah memburu, bulu kudukku merinding waktu lidahnya menyapu kulit leherku disertai cupangan. Aku hanya bisa meresponnya dengan mendesah dan merintih, bahkan menjerit pendek waktu remasannya pada dadaku mengencang atau jarinya mengebor kemaluanku lebih dalam. Cupanganya bergerak naik menuju mulutku meninggalkan jejak berupa air liur dan bekas gigitan di permukaan kulit yang dilalui. Bibirnya akhirnya bertemu dengan bibirku menyumbat eranganku, dia menciumiku dengan gemas. Pada awalnya aku menghindari dicium olehnya karena Tohir perokok jadi bau nafasnya tidak sedap, namun dia bergerak lebih cepat dan berhasil melumat bibirku. Lama-lama mulutku mulai terbuka membiarkan lidahnya masuk, dia menyapu langit-langit mulutku dan menggelikitik lidahku dengan lidahnya sehingga lidahku pun turut beradu dengannya. Kami larut dalam birahi sehingga bau mulutnya itu seolah-olah hilang, malahan kini aku lebih berani memainkan lidahku di dalam mulutnya. Setelah puas berrciuman, Tohir melepaskan dekapannya dan melepas ikat pinggang usangnya, lalu membuka celana berikut kolornya. Maka
menyembullah kemaluannya yang sudah menegang daritadi. Aku melihat takjub pada benda itu yang begitu besar dan berurat, warnanya hitam pula. Jauh lebih menggairahkan dibanding milik teman-teman SMU-ku yang pernah ML denganku. Dengan tetap memakai kaos berkerahnya, dia berlutut di samping kepalaku dan memintaku mengelusi senjatanya itu. Akupun pelan-pelan meraih benda itu, ya ampun tanganku yang mungil tak muat menggenggamnya, sungguh fantastis ukurannya. “Ayo Non, emutin kontol saya ini dong, pasti yahud rasanya kalo diemut sama Non” katanya.
Kubimbing penis dalam genggamanku ke mulutku yang mungil dan merah, uuhh.. susah sekali memasukkannya karena ukurannya. Sekilas tercium bau keringat dari penisnya sehingga aku harus menahan nafas juga terasa asin waktu lidahku menyentuh kepalanya, namun aku terus memasukkan lebih dalam ke mulutku lalu mulai memaju-mundurkan kepalaku. Selain menyepong tanganku turut aktif mengocok ataupun memijati buah pelirnya.
“Uaahh.. uueennakk banget, Non udah pengalaman yah” ceracaunya menikmati seponganku, sementara tangannya yang bercokol di payudaraku sedang asyik memelintir dan memencet putingku.
Setelah lewat 15 menitan dia melepas penisnya dari mulutku, sepertinya dia tidak mau cepat-cepat orgasme sebelum permainan yang lebih dalam. Akupun merasa lebih lega karena mulutku sudah pegal dan dapat kembali menghirup udara segar. Dia berpindah posisi di antara kedua belah pahaku dengan penis terarah ke vaginaku. Bibir vaginaku disibakkannya sehingga mengganga lebar siap dimasuki dan tangan yang satunya membimbing penisnya menuju sasaran.
“Tahan yah Non, mungkin bakal sakit sedikit, tapi kesananya pasti ueenak tenan” katanya.
Penisnya yang kekar itu menancap perlahan-lahan di dalam vaginaku. Aku memejamkan mata, meringis, dan merintih menahan rasa perih akibat gesekan benda itu pada milikku yang masih sempit, sampai mataku berair. Penisnya susah sekali menerobos vaginaku yang baru pertama kalinya dimasuki yang sebesar itu (milik teman-temanku tidak seperkasa yang satu ini) walaupun sudah dilumasi oleh lendirku. Tohir memaksanya perlahan-lahan untuk memasukinya. Baru kepalanya saja yang masuk aku sudah kesakitan setengah mati dan merintih seperti mau disembelih. Ternyata si Tohir lihai juga, dia memasukkan penisnya sedikit demi sedikit kalau terhambat ditariknya lalu dimasukkan lagi. Kini dia sudah berhasil memasukkan setengah bagiannya dan mulai memompanya walaupun belum masuk semua. Rintihanku mulai berubah jadi desahan nikmat. Penisnya menggesek dinding-dinding vaginaku, semakin cepat dan semakin dalam, saking keenakannya dia tak sadar penisnya ditekan hingga masuk semua. Ini membuatku merasa sakit bukan main dan aku menyuruhnya berhenti sebentar, namun Tohir yang sudah kalap ini tidak mendengarkanku, malahan dia menggerakkan pinggulnya lebih cepat. Aku dibuatnya serasa terbang ke awang-awang, rasa perih dan nikmat bercampur baur dalam desahan dan gelinjang tubuh kami. “Oohh.. Non Citra, sayang.. sempit banget.. memekmu.. enaknya!” ceracaunya di tengah aktivitasnya.
Dengan tetap menggenjot, dia melepaskan kaosnya dan melemparnya. Sungguh tubuhnya seperti yang kubayangkan, begitu berisi dan jantan, otot-ototnya membentuk dengan indah, juga otot perutnya yang seperti kotak-kotak. Dari posisi berlutut, dia mencondongkan tubuhnya ke depan dan menindihku, aku merasa hangat dan nyaman di pelukannya, bau badannya yang khas laki-laki meningkatkan birahiku. Kembali dia melancarkan pompaannya terhadapku, kali ini ditambah lagi dengan cupangan pada leher dan pundakku sambil meremas payudaraku. Genjotannya semakin kuat dan bertenaga, terkadang diselingi dengan gerakan memutar yang membuat vaginaku terasa diobok-obok. “Ahh.. aahh.. yeahh, terus entot gua Bang” desahku dengan mempererat pelukanku.
Aku mencapai orgasme dalam 20 menit dengan posisi seperti ini, aku melepaskan perasaan itu dengan melolong panjang, tubuhku mengejang dengan dahsyat, kukuku sampai menggores punggungnya, cairan kenikmatanku mengalir deras seperti mata air. Setelah gelombang birahi mulai mereda dia mengelus rambut panjangku seraya berkata, “Non cantik banget waktu keluar tadi, tapi Non pasti lebih cantik lagi kalau telanjang, saya bukain bajunya yah Non, udah basah gini”.
Aku cuma bisa mengangguk dengan nafas tersenggal- senggal tanda setuju. Memang badanku sudah basah berkeringat sampai baju seragamku seperti kehujanan, apalagi AC-nya tidak kunyalakan. Tohir meloloskan pakaianku satu persatu, yang terakhir adalah rok abu- abuku yang dia turunkan lewat kakiku, hingga kini yang tersisa hanya sepasang anting di telingaku dan sebuah cincin yang melingkar di jariku. Dia menelan ludah menatapi tubuhku yang sudah polos, butir-butir keringat nampak di tubuhku, rambutku yang terurai sudah kusut. Tak henti- hentinya di memuji keindahan tubuhku yang bersih terawat ini sambil menggerayanginya. Kemudian dia balikkan tubuhku dan menyuruhku menunggingkan pantat. Akupun mengangkat pantatku memamerkan vaginaku yang merah merekah di hadapan wajahnya. Tohir mendekatkan wajahnya ke sana dan menciumi kedua bongkahan pantatku, dengan gemas dia menjilat
dan mengisap kulit pantatku, sementara tangannya membelai-belai punggung dan pahaku. Mulutnya terus merambat ke arah selangkangan. Aku mendesis merasakan sensasi seperti kesetrum waktu lidahnya menyapu naik dari vagina sampai anusku. Kedua jarinya kurasakan membuka kedua bibir vaginaku, dengusan nafasnya mulai terasa di sana lantas dia julurkan lidahnya dan memasukkannya disana. Aku mendesah makin tak karuan, tubuhku menggelinjang, wajahku kubenamkan ke bantal dan menggigitnya, pinggulku kugerak-gerakkan sebagai ekspresi rasa nikmat. Di tengah-tengah desahan nikmat mendadak kurasakan kok lidahnya berubah jadi keras dan besar pula. Aku menoleh ke belakang, ternyata yang tergesek-gesek di sana bukan lidahnya lagi tapi kepala penisnya. Aku menahan nafas sambil menggigit bibir merasakan kejantanannya menyeruak masuk. Aku merasakan rongga kemaluanku hangat dan penuh oleh penisnya. Urat-urat batangnya sangat terasa pada dinding kemaluanku. “Oouuhh.. Bang!” itulah yang keluar dari mulutku dengan sedikit bergetar saat penisnya amblas ke dalamku.
Dia mulai mengayunkan pinggulnya mula-mula lembut dan berirama, namun semakin lama frekuensinya semakin cepat dan keras. Aku mulai menggila, suaraku terdengar keras sekali beradu dengan erangannya dan deritan ranjang yang bergoyang. Dia mencengkramkan kedua tangannya pada payudaraku, terasa sedikit kukunya di sana, tapi itu hanya perasaan kecil saja dibanding sensasi yang sedang melandaku. Hujaman- hujaman yang diberikannya menimbulkan perasaan nikmat ke seluruh tubuhku. Aku menjerit kecil ketika tiba-tiba dia tarik rambutku dan tangan kanannya yang bercokol di payudaraku juga ikut menarikku ke belakang. Rupanya dia ingin menaikkanku ke pangkuannya. Sesudah mencari posisi yang enak, kamipun meneruskan permainan dengan posisi berpangkuan membelakanginya. Aku mengangkat kedua tanganku dan melingkari lehernya, lalu dia menolehkan kepalaku agar bisa melumat bibirku. Aku semakin intens menaik-turunkan tubuhku sambil terus berciuman dengan liar. Tangannya dari belakang tak henti-hentinya meremasi dadaku, putingku yang sudah mengeras itu terus saja dimain- mainkan. Gelinjang tubuhku makin tak terkendali karena merasa akan segera keluar, kugerakkan badanku sekuat tenaga sehingga penis itu menusuk semakin dalam. Mengetahui aku sudah diambang klimaks, tiba-tiba dia melepaskan pelukannya dan berbaring telentang. Disuruhnya aku membalikan badanku berhadapan dengannya. Harus kuakui dia sungguh hebat dan pandai mempermainkan nafsuku, aku sudah dibuatnya beberapa kali orgasme, tapi dia sendiri masih perkasa. Dia biarkan aku mencari kepuasanku sendiri dalam gaya woman on top. Kelihatannya dia sangat senang menyaksikan payudaraku yang bergoyang-goyang seirama tubuhku yang naik turun. Beberapa menit dalam posisi demikian dia menggulingkan tubuhnya ke samping sehingga aku kembali berada di bawah. Genjotan dan dengusannya semakin keras, menandakan dia akan segera mencapai klimaks, hal yang sama juga kurasakan pada diriku. Otot-otot kemaluanku berkontraksi semakin cepat meremas- remas penisnya. Pada detik-detik mencapai puncak tubuhku mengejang hebat diiringi teriakan panjang. Cairan cintaku seperti juga keringatku mengalir dengan derasnya menimbulkan suara kecipak. Tohir sendiri sudah mulai orgasme, dia mendesah-desah menyebut namaku, penisnya terasa semakun berdenyut dan ukurannya pun makin membengkak, dan akhirnya.. dengan geraman panjang dia cabut penisnya dari vaginaku. Isi penisnya yang seperti susu kental manis itu dia tumpahkan di atas dada dan perutku. Setelah menyelesaikan hajatnya dia langsung terkulai lemas di sebelah tubuhku yang berlumuran sperma dan keringat. Aku yang juga sudah KO hanya bisa berbaring di atas ranjang yang seprei nya sudah berantakan, mataku terpejam, buah dadaku naik turun seiring nafasku yang ngos-ngosan, pahaku masih mekangkang, celah vaginaku serasa terbuka lebih lebar dari biasanya. Dengan sisa-sisa tenaga, kucoba menyeka ceceran sperma di dadaku, lalu kujilati maninya dijari-jariku. Sejak saat itu, Tohir sering memintaku melayaninya kapanpun dan dimanapun ada kesempatan. Waktu mengantar-jemputku tidak jarang dia menyuruhku mengoralnya. Tampaknya dia sudah ketagihan dan lupa bahwa aku ini nona majikannya, bayangkan saja terkadang saat aku sedang tidak ‘mood’ pun dia memaksaku. Bahkan pernah suatu ketika aku sedang mencicil belajar menjelang Ebtanas yang sudah 2 minggu lagi, tiba-tiba dia mendatangiku di kamarku (saat itu sudah hampir jam 12 malam dan ortuku sudah tidur), karena lagi belajar aku menolaknya, tapi saking nafsunya dia nekad memperkosaku sampai dasterku sedikit robek, untung kamar ortuku letaknya agak berjauhan dariku. Meskipun begitu aku selalu mengingatkannya agar menjaga sikap di depan orang lain, terutama ortuku dan lebih berhati-hati kalau aku sedang subur dengan memakai kondom atau membuang di luar. Tiga bulan kemudian Tohir berhenti kerja karena ingin mendampingi istrinya yang TKW di Timur Tengah, lagipula waktu itu aku sudah lulus SMU dan sudah diijinkan untuk membawa mobil sendiri.

ngentot di kolam renang bersama tante

Cerita seks bugil ini adalah salah satu cerita seks yang tak pernah bisa aku lupakan kenangannya. Langsung saja aku mulai cerita sex ini. Yuk kita baca aja gimana cerita ini. Berenang adalah salah satu olahraga rekreasi favoritku selama aku kuliah di Bandung. Tapi pada masa itu sebagai mahasiswa yang masih mengandalkan kiriman orang tua, aku harus berhemat dan tidak bisa sering- sering berenang. Paling-paling aku hanya berenang 2 atau 3 kali dalam sebulan. Kadang aku berenang bersama teman-teman kampus, tapi lebih sering berenang sendiri karena tidak banyak teman-temanku yang mau meluangkan waktu untuk berenang secara rutin. Aku sering berenang di daerah Setiabudi, di sana ada kolam air hangatnya sehingga aku bisa berenang sampai malam tanpa takut kedinginan oleh udara malam kota Bandung. Hari Jumat itu aku seperti biasa berenang sendiri. Setelah melakukan gaya bebas bolak-balik beberapa kali aku beristirahat sambil tetap berendam di tepi kolam. Hari itu agak sepi, paling hanya 15 orang saja yang ada di kolam renang.
Langit sudah mulai gelap dan lampu-lampu di sekitar kolam renang sudah mulai dinyalakan. Tapi aku masih ingin berlama-lama menikmati kolam renang, maklum besok hari Sabtu tidak ada kegiatan kuliah. Tidak berapa lama kulihat seorang wanita berrambut ikal yang berumur sekitar 40-an masuk ke area kolam renang. Meskipun sudah tidak muda lagi badannya terlihat sangat terawat dan ****** Payudaranya tampak agak menggantung tapi masih cukup kencang dan menurutku tidak kalah dengan wanita-wanita yang lebih muda. Kulitnya putih dan wajahnya juga masih tampak cantik…ah.. rasanya aku kenal wanita itu… Kalau tidak salah dia Tante Anis, teman klub aerobik Tante Nita bekas ibu kosku di Dago yang pernah kuceritakan kisahnya beberapa waktu yang lalu. Pantas saja tubuhnya ******… Setelah meletakkan barang-barang bawaannya wanita itu mulai menceburkan diri ke kolam renang, tepat di seberangku. Lalu perlahan ia mulai berenang mengelilingi kolam renang.
Saat ia berenang di depanku, kuberanikan memanggil namanya, “Tante Anis…” Wanita itu berhenti dan berbalik menatapku.
“Hey… Doni ya… sama siapa berenang?” tanya Tante Anis sambil mencubit lenganku.
“Biasa tante… sendirian aja, tante sama siapa?”
“Oh, sama Dewi teman kantor tante… tapi kayaknya dia masih di kamar ganti tuh…soalnya tadi tasnya ketinggalan di mobil… nah itu dia baru datang, tante kenalin yaaa…”
Tampak seorang wanita, terlihat masih muda dan lumayan manis mungkin umurnya sekitar 25-an, berjalan ke arah kolam renang. Rambutnya lurus melewati bahu, tubuhnya terkesan atletis dengan buah dada montok berisi seperti Pamela Anderson di film serial TV “Bay Watch”. Tante Anis lalu naik ke pinggir kolam dan bergegas menghampiri wanita tersebut. Tak lama kemudian kedua wanita itu kembali masuk ke kolam renang. “Wi.. ini kenalin… Doni, Don… ini kenalin..Dewi, teman kantor tante,” Sambil mengulurkan tangannya Dewi tersenyum dan menyebutkan namanya, senyumnya manis sekali. Akupun menyebutkan namaku sambil menikmati kehalusan tangannya. Setelah berbasa-basi sebentar Dewi berpamitan untuk berenang beberapa keliling, lalu aku dan Tante Anis mengikutinya. Sebenarnya aku sudah cukup lelah setelah berenang sebelumnya, tapi kebersamaan dengan
Tante Anis dan Dewi kayaknya sayang kalau dilewatkan begitu saja hanya karena rasa capai yang tidak seberapa. Setelah berenang beberapa keliling kamipun akhirnya berhenti. “Doni.. kok udah lama tante nggak pernah lihat kamu jemput Tante Nita lagi?”
“Lho… saya khan sudah nggak kos di tempat Tante Nita…”
“Tapi tante dengar kamu masih suka ketemu dengan Tante Nita, iya khan..?” Tante Anis mulai menggodaku dengan senyumnya yang nakal. Aku tidak menjawab, hanya tertawa ringan.
“Tante Nita suka cerita tentang kamu lho…hmm.. bikin kita-kita penasaran deh,” Tante Anis menggoda lagi, kini tangannya mencubit perutku.
“Aduh… sakit tante…,” kataku pura-pura kesakitan. Dewi yang tidak tahu arah pembicaraan kami tampak agak bingung. Tante Anis merapatkan badannya ke sampingku dan melingkarkan tangannya di pinggangku.
“Dewi, kamu kenal dengan Nita teman aerobikku khan..? Doni ini dulu kos di tempat Nita dan semenjak itu si Nita bisa jadi betah banget di rumah kalau Doni lagi nggak kuliah, nggak tau ngapain aja dia dengan si Doni ini,” Tante Anis tertawa genit sambil melirikku. Dewi hanya tersenyum-senyum saja memandangku.
“Ah… ati-ati Teh Anis… mahasiswa sekarang memang nakal-nakal….!!” Udara malam makin dingin, tapi suasana kami justru mulai menghangat. Aku merasa kegenitan Tante Anis sedang menantikan tanggapanku. Aku mulai memberanikan diri memegang dan meremas-remas pantat Tante Anis dengan lembut. Jantungku berdegup-degup menanti reaksi Tante Anis… syukurlah dia diam saja dan membiarkan tanganku terus beraksi. Hanya aku dan Tante Anis yang tahu persis apa yang kami lakukan. Suasana kolam renang tidak begitu terang dan kami berendam sebatas leher sehingga apapun yang diperbuat tangan-tangan kami di bawah air tidak akan terlihat siapapun. Meskipun demikian Dewi kelihatannya mengerti apa yang terjadi, tapi dia pura-pura tidak tahu dan dengan sengaja berenang menjauhi kami. Melihat kegenitannya mendapat tanggapanku dan tidak ada lagi orang lain di dekat kami, Tante Anis semakin berani. Tangannya mulai dengan sengaja menyentuh penisku yang mulai menegang. Melihat aku tidak menolak perlakuannya Tante Anis mulai berani meremas-remas penisku sehingga membuatnya mengeras. Tante Anis tersenyum nakal.
“Oh, ini rupanya yang bikin Tante Nita lupa sama suaminya.” Aku tidak mau ketinggalan, kuraba dan kuremas-remas kedua buah dada Tante Anis sehingga membuatnya memekik perlahan. Kami saling meraba dan berpandang- pandangan penuh nafsu. Perlahan-lahan kuarahkan tangan kananku ke selangkangan Tante Anis dan kurasakan gundukan yang lembut dan hangat di antara kedua pahanya. Mulut Tante Anis sedikit terbuka, nafasnya mulai terasa berat dan matanya mulai sayu, tampaknya dia mulai terangsang. “Ssstop Doni… jangan dis*****.. kita ke hotel aja… mau?” kata Tante Anis setengah berbisik dengan nafas mulai berat menahan birahi. Aku mengangguk setuju.
“Tapi Dewi gimana tante…. masak ditinggal?”
“Tenang aja, itu urusan tante… kamu naik dulu… tante mau bicara sama Dewi.”
Aku bergegas naik dan mengambil handuk serta sabun untuk mandi. Saat aku kembali ke kolam renang tampak Dewi dan Tante Anis sudah duduk di kursi sambil mengenakan handuk. “Doni, keberatan nggak kalau Dewi ikutan acara kita?” tanya Tante Anis sambil mengedipkan sebelah mata kepadaku.
“Terserah Dewi aja, Doni sih nggak keberatan tante…” kataku. “Iiih… emangnya acara apaan sih…?” tanya Dewi, entah dia cuma pura-pura atau memang tidak tahu aku tidak peduli, yang jelas malam ini aku akan menikmati tubuh Tante Anis yang ****** Belum terbayang bagiku bagaimana kalau nanti Dewi ikut bergabung, aku belum pernah ML dengan lebih dari satu wanita sekaligus. Kutitipkan motorku di kantor Satpam, kebetulan karena sudah sering berenang di situ aku jadi kenal dengan mereka. Kami bertiga lalu meluncur pergi ke arah Lembang dengan mobil Tante Anis. Tidak berapa lama kemudian kami sampai di Lembang dan Tante Anis lalu mengajak kami untuk makan malam di sebuah rumah makan. Setelah selesai makan Tante Anis membeli beberapa kaleng bir, softdrink dan makanan kecil, “Untuk bekal sampai pagi cukup nggak…” tanya Tante Anis sambil tersenyum nakal. Aku mengangguk setuju sementara Dewi masih pura-pura tidak tahu apa yang terjadi. Akhirnya kami meluncur ke sebuah hotel kecil yang cukup bagus di sekitar Lembang, lokasinya enak dan aman untuk berselingkuh karena mobil bisa langsung parkir di garasi yang tersedia di sebelah kamar. Mungkin hotel itu sejak semula sudah dirancang untuk tempat perselingkuhan, entahlah…..
“Eh.. seperti yang aku bilang tadi…. kalau kalian mau ML aku nggak ikutan yaa… aku cuma nunggu kalian di mobil aja.”
“Aduh Dewi… kami nggak tega ninggalin kamu di mobil. Kita bakalan di sini sampai pagi lho, ikutan aja deh ke kamar. Kalau nggak mau ikutan kami ML juga nggak apa-apa, that’s your choice honey… kamu bisa nunggu di ruang tamu sambil minum bir. Atau kalau perlu bisa kami pesankan “extra-bed”. Gimana..?” tanya Tante Anis. Dewi akhirnya mengangguk setuju.
“OK aku di ruang tamunya aja… tapi kalian jangan ribut ya…. nanti aku nggak bisa tidur.” Aku pikir Dewi ini cuma pura-pura saja tidak mau ikut ML, kalau dia benar-benar
tidak mau ikutan kenapa dia tadi tidak minta diantar pulang saja. Itu jauh lebih baik dari pada tidur di mobil ataupun di kamar sementara kami asyik bercinta sampai pagi. Aku rasa Dewi ini sebenarnya mau tapi malu karena baru kenal denganku beberapa jam yang lalu, jadi kupikir bagus juga kalau aku sengaja memancing-mancing dan mengambil inisiatif supaya dia mau ikut. Setidaknya dengan cara itu dia tidak harus merasa malu kalau “terpaksa” ikut bergabung. Hmm… kalau Dewi mau ikutan, ini bakal menjadi pengalaman pertamaku ML dengan dua wanita sekaligus. Kamar hotel yang dipesan Tante Anis cukup besar, sebenarnya hanya satu ruangan tapi antara tempat tidur dan ruang tamu dipisahkan oleh tirai pembatas. Dengan kondisi seperti itu apapun yang terjadi di tempat tidur pasti akan terdengar di ruang tamu. Dewi merebahkan dirinya di kursi sofa.
“Selamat ML yaa… aku mau disini aja menikmati bir dan tidur nyenyak.”
Sampai di kamar Tante Anis mematikan lampu kamar dan hanya menyisakan lampu tidur yang nyalanya remang-remang saja sementara aku langsung merebahkan diri di tempat tidur. Tante Anis lalu mengikuti dan berbaring di sebelahku. Tanpa menunggu komando aku langsung memeluk dan mencumbu Tante Anis, bibir kami saling memagut dan lidah kami saling melilit penuh nafsu. Tangan-tangan kamipun mulai saling meraba dan meremas daerah sensitif masing-masing. Kuselipkan tanganku ke balik bajunya, oh… rupanya Tante Anis sudah tidak mengenakan BH lagi sehingga tanganku dengan mudah langsung meremas payudaranya. Sementara itu tangan Tante Anis dengan ganas berusaha masuk ke celana dalamku untuk meremas penisku yang sudah menegang sejak tadi. Setelah beberapa saat kami bergumul dan saling meremas dengan panas, aku mulai melepaskan t-shirt dan celana jeansku sementara Tante Anis juga mulai melepas pakaiannya satu per satu. Akhirnya kami berdua berbaring di atas tempat tidur tanpa sehelai busanapun.
“Tante Anis… tante sexy sekali…,” kataku memuji sambil meraba payudara dan putingnya. Sengaja aku berbicara tanpa berbisik supaya Dewi bisa ikut mendengar.
“Ah… kamu bisa aja,” tampak wajah Tante Anis memerah, mungkin merasa bangga mendapat pujian dari anak muda. Tante Anis juga tampaknya mengerti maksudku sehingga diapun tidak berusaha mengecilkan suaranya.
“Tante, Doni mau menikmati tubuh Tante Anis malam ini sepuas-puasnya… lampunya Doni nyalain aja yaa…”
“Iihh… tante malu ah… khan udah nggak muda lagi…”
“Tapi tante masih sexy banget lho… swear deh…. Doni betul-betul terangsang.”
“Terserah Doni kalau gitu… emangnya Doni mau liat apa sih kok pake nyalain lampu segala…”
“Doni mau menikmati tubuh Tante Anis yang sexy ini sampai puas, Doni mau menikmati buah dada tante yang indah, Doni mau menikmati seluruh bagian vagina tante yang tertutup bulu-bulu lebat itu, Doni mau liat klitoris tante, Doni pengen liat semua bagian dalam vagina tante. Boleh khan…?” kataku merayu sambil menyalakan lampu kamar.
“Tentu boleh aja sayang…., malam ini tante jadi milik kamu. Doni boleh liat apapun yang Doni mau, boleh pegang apapun… pokoknya boleh ngapain aja… sesuka kamu sayang….. Tapi sebaliknya Doni juga jadi milik tante malam ini yaa…. Sekarang tante mau pegang dan isep pisangnya Doni…gimana?” tanya Tante Anis sambil mendorongku ke tempat tidur. Mulailah Tante Anis menjilati dan mengulum penisku. Rupanya Tante Anis cukup ahli dalam ber-oral, diremasnya buah pelirku sementara penisku dimasukkan ke dalam mulutnya untuk dihisap.
“Hmm dasar anak muda, penisnya keras banget kalau berdiri… tante udah lama nggak ngerasain penis yang keras seperti ***** Tante nggak sabar pengen ngerasain ini di dalam punya tante….” kata Tante Anis sambil terus menjilati kepala penisku. Dimasukkannya kembali penisku ke dalam mulutnya dan sesekali lidahnya menjilati lubang penisku, wow… rasanya membuat tubuhku bergetar menahan nikmat.
“Oohh… tante… enak banget tante….mmhh… isep terus tante…,” aku sengaja mengekspresikan setiap rasa nikmat yang kurasakan dengan harapan supaya Dewi terpancing untuk ikut bergabung. Aku memutar posisiku sedikit supaya tanganku bisa meraba dan meremas payudara Tante Anis sementara dia tetap mengulum penisku. Dengan lembut kuremas payudaranya dan kupilin-pilin pentilnya. Ini membuat Tante Anis makin bernafsu dan bersemangat mengulum penisku. “Mmhh….mmhh…..” Tante Anis mulai mendesah-desah menahan nikmat. Seranganku kulanjutkan lagi, kali ini tanganku mulai mengarah ke vaginanya. Kurasakan bulu-bulu kemaluannya yang lebat agak basah oleh lendir yang licin. Jari tanganku mulai menyibak bulu-bulu vagina Tante Anis dan masuk ke dalam belahan bibir vaginanya. Akhirnya dengan perlahan kumasukkan jari tengahku ke dalam lubangnya yang basah oleh lendir. Kugosok-gosokkan jariku dengan lembut ke dalam dinding-dinding vagina Tante Anis sementara ibu jariku mempermainkan klitorisnya sehingga Tante Anis menggelinjang keenakan.
“Ah… Doni…. mhh…. masukin sekarang sayang… tante udah kepengen ngerasain penis Doni di dalam vagina tante,” katanya sambil melepaskan penisku dari mulutnya. Tante Anis lalu merebahkan dirinya di tempat tidur sambil membuka kedua pahanya untuk mempersilahkan penisku masuk. Tapi aku tidak ingin langsung memainkan partai puncak, aku harus menyimpan tenaga karena bukan tidak mungkin akan ada partai tambahan dengan Dewi. “Sabar dulu ya tante… Doni pengen banget jilat vagina tante…Doni nggak tahan liat vagina tante terbuka seperti itu… boleh….?” “Terserah Doni sayaang…. tante udah kepengen banget sampai puncak….” Pantat Tante Anis kuganjal dengan bantal sehingga aku tidak perlu terlalu membungkuk untuk menikmati vaginanya. Perlahan kubuka bibir vaginanya yang sedikit menggelambir dengan kedua jempolku, terlihat bagian dalam vagina Tante Anis begitu merah dan merangsang. Lubangnya masih terlihat lumayan sempit meskipun sudah punya dua anak, sementara klitorisnya tampak menyembul bulat di bagian atas bibir vaginanya. Tidak tahan melihat pemandangan yang begitu membangkitkan birahi akhirnya
aku membenamkan lidahku ke dalam liang vaginanya. Dengan penuh nafsu kujilati seluruh bagian vagina Tante Anis, mulai dari klitoris, bibir vagina, hingga lubang vaginanya tidak luput dari sapuan lidahku yang ganas. Tante Anis meremas rambutku dan terus mendesah menahan nikmat.
“Oohh… oohh… mmhh… Doni…. mmhh… adduhh….” Suara Tante Anis makin membuatku bersemangat, aku terus menjilati seluruh bagian vaginanya seperti seorang bocah sedang menikmati es krim coklat yang begitu nikmat. Jari-jariku mulai ikut ambil bagian untuk masuk ke dalam liang vagina Tante Anis, sementara itu bibirku mengulum klitorisnya dan lidahku terus menjilati serta mempermainkannya dengan penuh nafsu.
“Aaahh… Donii… tante nggak tahan Don…. adduuh…” desahannya makin tak terkendali dan tangannya mulai meremas rambutku dengan keras sementara itu otot-otot kedua kakinya mulai menegang. Tampaknya tidak berapa lama lagi Tante Anis akan mengalami orgasme. Sementara itu samar-samar kulihat bayangan di ruang tamu mulai bergerak, ah… rupanya Dewi mulai terpancing untuk melihat apa yang kami lakukan di atas tempat tidur.
“Doni… Doni… mmhh… tante nggak tahan lagi… tante udah mau keluar…. mmhh…. ahh…aahh…,” akhirnya seluruh tubuh Tante Anis menegang selama beberapa saat dan kemudian terkulai lemas. Kulitnya yang putih tampak berubah agak memerah, Tante Anis mengalami orgasmenya yang pertama malam itu. Dia tergolek lemas dengan mata terpejam dan mulut terbuka sementara itu vaginanya yang merah seperti daging mentah tampak masih berdenyut-denyut mengeluarkan sisa-sisa kenikmatan. Tante Anis perlahan- lahan mulai pulih kesadarannya setelah beberapa saat terbuai oleh kenikmatan orgasme.
“Doni… enak sekali orgasmenya… mmhh… tante sampe lemes…. rasanya belum apa-apa tulang-tulang tante rontok semua….”
Aku hanya tersenyum. “Gimana tante… udah siap lagi….,” tanyaku menggoda.
“Bentar lagi ya Don… badan tante masih lemes…. dan lagi rasa enaknya masih belum hilang….” Sementara itu kulihat Dewi sudah berdiri di samping tirai pembatas ruangan, ikut menikmati apa yang kami lakukan.
“Dewi, kalau mau gabung kesini aja… nggak apa-apa kok,” kataku memancing-mancing.
“Iih… enggak ah, aku cuma pengen ngeliat kalian ML aja kok, soalnya suaranya seru banget sih… sampe Dewi nggak bisa tidur.”
“Iya Dewi… sini aja lah…, ngapain kamu berdiri di situ… duduk aja di dekat tempat tidur biar bisa liat lebih jelas kalau emang mau liat kita ML,” Tante Anis ikut menimpali. Dewi kelihatan masih malu-malu, aku lalu berdiri menghampirinya dan menariknya ke sisi tempat tidur.
“Tapi kalian nggak apa-apa kalau Dewi ikutan ngeliat di s*****..?” tanyanya sambil duduk di kursi.
“Ah nggak apa-apa Wi, malah kami lebih senang lagi kalau kamu juga mau ikutan ML dengan kami, iya khan Don…… Ikutan ajalah sekalian, aku nggak akan bilang sama suamimu asal kamu juga nggak cerita ke suamiku,” kata Tante Anis sambil melirikku dan aku mengangguk mengiyakan. Wajah Dewi tampak merah, “Ah.. Dewi cuma mau liat kalian aja dulu….” Betul dugaanku, sebenarnya Dewi mau ikut bergabung hanya saja ia masih malu-malu. Yang dibutuhkannya cuma sebuah alasan yang pas. Sementara itu Tante Anis tampaknya sudah pulih sepenuhnya, tangannya mulai meraih penisku dan menuntunnya ke arah liang hangat di selangkangannya.
“Ayo sayang… kita lanjutin lagi…. sekarang punya kamu harus dimasukkin ke sini ya…tante dari tadi pengen ngerasain punya kamu…” Aku hanya tersenyum, sementara itu aku mulai menjilati payudara Tante Anis dan mempermainkan putingnya diantara kedua bibirku. Tubuh Tante Anis mulai menggeliat-geliat kembali.
“Ah… Doni… tante jadi konak lagi… punya kamu masukin ya…. sekarang sayang… sekarang… tante udah kepengen banget ngerasain penismu yang keras *****..” Tante Anis terus merengek-rengek meminta aku memasukkan penis ke vaginanya sementara itu tangannya terus meremas-remas penisku sehingga membuatnya makin mengeras. Akhirnya perlahan-lahan kubuka paha Tante Anis sehingga bibir vaginanya membelah dan menampakkan liangnya yang bisa mengundang nafsu birahi setiap lelaki. Dengan perlahan-lahan kutuntun penisku menuju lubang vagina Tante Anis yang sudah siap menanti sejak tadi, dan… blesss… dengan sekali sentakan ringan penisku masuk ke dalam vaginanya. “Aahh…” teriak Tante Anis sambil menaikkan pinggulnya untuk menyambut penisku. Rupanya Tante Anis sudah sangat terangsang dan bernafsu sehingga sekalipun dia berada di posisi bawah justru dia yang lebih aktif menggerak-gerakkan pinggulnya. Aku tidak mau kalah ganas dengan tante berumur 40-an ini, kugerakkan pinggulku turun naik dengan sentakan-sentakan yang kuat sehingga penisku terasa masuk ke dalam dengan mantap.
“Aduhh.. Doni… penismu sampai ke ujung… enak banget….mmhh… terus sayang… tusuk yang kuat sayang… tante suka…. mmhh… mmhh…. mmhh… mmhh …mmhh ..” Tante Anis terus mendesah berulang-ulang seirama dengan tusukan penisku. Suara kecipak beradunya penisku dengan vagina Tante Anis dan suara derit ranjang yang bergoyang menyertai desah persetubuhan kami yang ganas. Aku rasa dengan cara seperti ini Tante Anis tidak akan bertahan lama. Beberapa saat kemudian Tante Anis minta ganti posisi, dia ingin berada di atas. Akhirnya aku berbaring pasrah sementara Tante Anis memposisikan dirinya berjongkok di atasku. Tangannya meraih penisku dan membimbingnya menuju liang vaginanya yang basah kuyup oleh lendirnya sendiri. Begitu penisku masuk, Tante Anis lalu mulai menggerak-gerakkan pinggulnya dengan ganas. Gerakannnya makin lama makin cepat dan desahannya makin keras, “Mhh… mmhh.. mmhh….” aku belum pernah merasakan goyangan pinggul seorang wanita seganas Tante Anis. Saking keras dan semangatnya goyangan Tante Anis, beberapa kali penisku sempat terlepas dari cengkeraman vaginanya tapi Tante Anis dengan sigap memasukkan kembali. Dan akhirnya tidak sampai tiga menit Tante Anis di posisi atas iapun mulai mengalami orgasme yang kedua kali….
“Aduh… tante mau keluar lagi sayang… aduuh… mmhh… mmhh… mmhh… aahh!” Tante Anis menjerit keras berbarengan dengan orgasmenya yang kedua. Kedua tangannya mencengkeram erat dadaku dan kepalanya mendongak ke atas sementara itu vaginanya menelan habis penisku sampai aku bisa merasakan ujungnya. Baru kali ini kurasakan orgasme seorang wanita yang begitu ganas dan intens. Seganas-ganasnya Tante Nita, rasanya masih kalah ganas dibandingkan Tante Anis. Tidak berapa lama kemudian Tante Anis terkulai lemas di dadaku. Aku melirik ke arah Dewi, kulihat dia mulai terangsang hebat melihat “live-show” di depan matanya… Duduknya serba gelisah dan tangannya meremas-remas ujung bajunya. Aku sendiri sebenarnya belum orgasme, tapi rasanya juga tidak lama lagi. Permainan liar Tante Anis mau tidak mau membuatku makin dekat menuju puncak orgasme juga. Kalau aku sekarang mengajak Dewi untuk ML pasti aku tidak akan sanggup bertahan lama, jadi kuputuskan untuk menyelesaikan ronde pertamaku dengan Tante Anis saja. Setelah Tante Anis mulai pulih dari orgasmenya, aku balikkan tubuhnya sehingga dia kembali dalam posisi terlentang. Tanpa basa-basi langsung aku menancapkan penisku ke dalam vaginanya.
“Doni… tante masih lemes… sabar sayang…. sebentar lagi…. mmhh… mmhh…” Tante Anis mencoba mendorongku. Tapi tenaganya tidak cukup kuat, lagi pula hanya berselang beberapa detik kemudian tampaknya Tante Anis sudah mulai terangsang lagi. Apalagi setelah telinga dan lehernya kujilati dengan lidahku. Maklum kaum wanita dalam hal persetubuhan sebenarnya jauh
lebih hebat dari pria, mereka bisa mengalami orgasme berkali-kali dalam waktu yang singkat kalau mendapatkan rangsangan yang tepat. Aku terus menusukkan penisku berulang-ulang ke dalam vagina Tante Anis.
“Doni… kamu nakal sekali… mmhh… mmhh …. dasar anak muda….. mmhh… adduuh sayang… nanti tante bisa keluar lagi…. mmhh… Doni… aduuhh… mmhh… tante jadi konak lagi… aahh… kamu ganas sekali….” kurasakan pinggul Tante Anis yang semula diam pasrah kini mulai mengikuti gerakan pinggulku. Setiap kali aku menusukkan penisku, pinggul Tante Anis menyentak ke atas sehingga penisku masuk semakin dalam. Gerakannya yang kembali ganas membuat ketahananku hampir jebol. Perlahan-lahan kuatur posisiku agar bisa menusukkan penis sedalam-dalamnya.
“Tante… udah mau keluar belum…..?”
“Mmhh… iya sayang…. tante udah mau keluar lagi…. mmhh …mmhh…”
“Sekarang kita barengan ya… Doni juga udah mau keluar….” “Hmmhh……. keluarin aja sayang… keluarin semuanya di dalam…. tante siap menampung…. tante udah nggak tahan sayaang.. … tusuk tante yang kuat……. mmhh…. uuh… rasanya penis kamu makin besar….. dorong yang kuat sayang….. iya… seperti itu sayang… iya… masukin yang dalam…mmhh… adduuh… tante keluar lagi…. aahh…aagh….!!”
“Tante… mmhh… aduuh… Doni udah nggak tahan lagii….. aahh… aahh..aagghh…!!” Akhirnya sebuah semburan sperma yang dahsyat ke dalam vagina Tante Anis menyertai kenikmatan orgasmeku. Sementara itu tubuh Tante Anis juga kembali menegang dan berkedut-kedut menahan nikmat orgasmenya yang ketiga malam itu. Tidak lama kemudian tubuh kami saling berpelukan dengan lemas, kami tidak bergerak ataupun berkata-kata untuk beberapa saat karena rasa nikmat orgasme yang bersamaan tadi seolah meluluhkan semua kekuatan dan keinginan kami selama beberapa saat. Aku dan Tante Anis hanya ingin diam berpelukkan dan saling menikmati hangatnya tubuh masing-masing, sementara penisku yang terasa makin melemah masih tertancap di dalam vagina Tante Anis…. Tidak berapa lama kemudian aku membaringkan tubuhku di samping Tante Anis. Penisku tergolek lemah kelelahan, basah kuyup oleh campuran lendir vagina Tante Anis dan spermaku sendiri. Sementara itu dari celah vagina Tante Anis lelehan sisa spermaku yang berwarna putih kental tampak mengalir keluar bercampur dengan lendir Tante Anis. Aku yakin spermaku banyak sekali yang masuk ke vaginanya karena sudah hampir dua minggu aku belum mengeluarkannya. Tante Anis memiringkan badannya dan mengelus-elus penisku.
“Gila kamu Doni….. belum-belum tante udah keluar tiga kali… kayaknya tante nggak bakalan kuat nih kalau ML sampai pagi….”
“Ah nggak apa-apa tante… khan ada Dewi, dia bisa gantiin tante kalau tante udah capek… iya nggak,” kami tertawa cekikikan melirik Dewi yang dari tadi tampak duduk gelisah menahan gejolak nafsu.
“Iya Dewi, ayo kamu ikutan sini dong… bantuin aku ngerjain Doni… aku nggak bakalan kuat kalau sendiri,” kata Tante Anis ikut memanaskan suasana. “Ah… kayaknya aku nggak perlu bantuin Teh Anis…, tuh liat… Doni punya udah lemes… kelihatannya dia juga udah bakal nggak kuat lagi main dengan Dewi….,” kata Dewi yang mulai menanggapi ajakan kami dengan setengah menantang.
“Tapi kalau punyaku bisa berdiri lagi Dewi mau ikutan nggak…?” pancingku.
“Boleh aja… tapi buktiin dong kalau Doni punya masih sanggup berdiri lagi seperti tadi,” kata Dewi. Tampaknya Dewi sudah mendapatkan alasan yang pas untuk ikut bergabung.
“Ok… aku akan buktikan kalau sebentar lagi punyaku akan bangun dan keras seperti tadi tapi syaratnya harus Dewi yang bangunin yaa…” kataku tersenyum.
“Iya… tapi dibersihin dulu dong… Dewi nggak mau bekas Teh Anis… he… he.. he…” Aku lalu bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan penisku dari sisa-sisa cairan hasil persetubuhan dengan Tante Anis. Saat keluar dari kamar mandi tampak Dewi sudah duduk di tepi tempat tidur. Sementara itu Tante Anis gantian duduk tanpa busana di kursi sambil menenggak sekaleng bir hitam dan menghisap rokok.
“Ayo sini anak muda…. kita buktikan apa kamu masih sanggup bertempur lagi…” kata Dewi sambil tersenyum nakal. Setelah mendapat alasan yang pas, Dewi yang sebelumnya tampak malu-malu mulai menampakkan nafsu sex yang tidak kalah dengan Tante Anis. Aku lalu membaringkan tubuhku di tempat tidur. Tanpa banyak basa-basi lagi Dewi langsung mengelus-elus penisku yang masih terkulai lemas akibat kelelahan setelah bertempur hebat dengan Tante Anis. Diremas-remasnya biji pelirku dan kemudian Dewi mulai menjilat-jilat batang penisku. Aku mulai merasakan kenikmatan lidah Dewi dan remasan lembut tangannya, akibatnya penisku perlahan-lahan mulai menunjukkan tanda kehidupan. Dewi mulai memasukkan penisku ke dalam mulutnya, dikulumnya kepala penisku dan dikocok-kocoknya batang penisku dengan tangannya. Tentu saja tidak berapa lama kemudian penisku mengeras kembali. Merasakan penisku kembali membesar dan mengeras, Dewi semakin bernafsu menghisap dan menjilatinya. Perlahan-lahan kulepaskan mulutnya dari penisku.
“Nah, sudah terbukti bisa bangun lagi khan… sekarang giliran Dewi memenuhi janji untuk ikut bergabung… gimana?” Dewi cuma tersenyum sambil dengan sukarela melepaskan pakaiannya satu per satu dan berbaring di sisiku. Karena sejak awal aku sudah tertarik dengan payudara Dewi yang montok seperti punya Pamela Anderson, aku langsung meremas payudaranya dengan lembut dan mempermainkan putingnya dengan lidahku. Dewi yang sebenarnya dari tadi sudah terangsang mulai mendesah-desah keenakan. Berbeda dengan Tante Anis, meskipun sudah 3 tahun menikah Dewi belum memiliki anak jadi puting susunya masih mungil dan berwarna terang seperti puting susu gadis perawan. Setelah puas menjilati dan meremas buah dadanya, aku mulai menjelajahi bagian bawah. Perlahan-lahan kujilati bagian perut Dewi dan kemudian akhirnya sampai ke daerah “Segitiga Bermuda”. Bulu kemaluan Dewi tidak selebat Tante Anis sehingga belahan vaginanya sudah tampak jelas tanpa harus menyibakkan bulu-bulunya. Setelah puas menjilati daerah lipatan paha dan daerah bagian atas bulu vagina Dewi, aku membuka bibir vaginanya dan terlihatlah liang vagina yang berwarna merah muda dan sangat indah. Ingin rasanya segera membenamkan penisku ke dalamnya. Mungkin karena belum memiliki anak, kedua bibir vaginanya masih tampak kencang dan tidak menggelambir seperti punya Tante Anis. Secara refleks jari-jari tanganku langsung masuk menggerayangi lubang vaginanya dan membuatnya melenguh keras, “Oohh……..” Langsung lidahku menjilati bibir vagina dan klitorisnya dengan lembut. Setiap kali lidahku menjilati klitorisnya, pinggul Dewi bergerak maju seolah tidak menginginkan lidahku terlepas dari klitorisnya. Setelah kurasa cukup, akhirnya kulepaskan lidahku dari bagian vaginanya dan aku mulai membuka kedua pahanya. Aku benar-benar sudah tidak sabar ingin segera merasakan kenikmatan vagina seorang Dewi. Dengan lembut kubelai lembut rambutnya, dari matanya kulihat Dewipun sudah
tidak sabar ingin menerima penisku. Tapi dia bukan Tante Anis yang secara ekspresif dan terang-terangan mengumbar nafsunya dengan ganas. Dewi hanya menatapku penuh harap sambil nafasnya berdesah-desah tak teratur. Kuposisikan diriku diantara kedua pahanya, lalu perlahan-lahan kubuka bibir vaginanya dan kuarahkan penisku ke liang vagina yang tampak masih sempit. Kuletakkan kepala penisku tepat di depan lubang vaginanya. Lalu dengan lembut tapi pasti kugerakkan pinggulku ke depan sehingga penisku masuk ke dalam vaginanya. Gila….nih cewek… vaginanya masih sempit sekali, benar- benar seperti seorang perawan. Untung saja Dewi sudah cukup terangsang sehingga penisku tidak begitu kesulitan menembus liang vaginanya yang sempit dan basah. Dewi tampak menggigit bibir bawahnya dan tangannya meremas pinggangku. Aku sempat berpikir mungkin Dewi merasa kesakitan akibat perbuatanku, gerakanku kuhentikan sejenak.
“Sakit sayang…?” tanyaku. Dewi menggeleng perlahan.
“Enak sayang….?” kataku lagi. Dewi hanya mengangguk sambil tersenyum. Sedikit demi sedikit kupercepat gerakanku, vagina Dewi terasa makin basah dan gerakan penisku terasa mulai lancar. Setelah merasakan persetubuhan yang ganas dengan Tante Anis, persetubuhan dengan Dewi terasa begitu lembut dan indah. Kontras sekali bedanya, namun kedua-duanya sama-sama memiliki kenikmatannya yang khas sehingga sulit untuk mengatakan mana yang lebih enak. Kubelai rambut Dewi dan kucumbu bibirnya dengan hangat, kami sungguh menikmati persetubuhan yang indah ***** Sesekali aku melepaskan diri dan meminta Dewi untuk bergantian di posisi atas. Diapun melakukannya dengan lembut namun penuh energi, digerak-gerakkannya pinggulnya maju mundur dengan berirama dan penuh tenaga sementara aku meremas-remas buah dadanya yang indah. Aku rasakan dinding-dinding vaginanya begitu kuat mencengkeram penisku sehingga membuatku makin terangsang. Sementara itu gerakan pinggul Dewi makin cepat dan desahannya makin kuat serta tidak beraturan. Dewi mulai sulit mengontrol gerakannya sendiri….
“Oohh… mmhh….mmhh… uuhh..” tampaknya Dewi mulai dekat menuju orgasme.
“Ahh… Doni… mmhh… Dewi di bawah aja ya… Dewi takut keluar duluan…..”
“Nggak apa-apa sayang, keluarin aja….”
“Enggak ah… Dewi mau keluar barengan sama Doni….” Akhirnya Dewi kembali berbaring disebelahku. Aku langsung mengambil posisi diantara selangkangan Dewi dan kembali membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Di posisi ini tampaknya Dewi lebih bisa mengatur nafsunya sehingga desahannya kembali teratur seirama dorongan penisku. Kami kembali bercumbu
dengan hangat sambil tanganku meremas-remas buah dadanya dan pinggulku turun-naik sehingga kedua tubuh kamipun mulai dibasahi oleh peluh. Sekarang giliranku mulai merasakan dorongan kenikmatan orgasme mulai menjalari seluruh tubuhku. Rasanya tidak lama lagi pertahananku akan bobol. Gerakanku makin kuat dan Dewi juga merasakannya sehingga diapun mulai agak mengganas. Aku mulai melepaskan bibirku dari bibirnya dan mulai mengatur posisi agar bisa menancapkan penisku dengan maksimal ke dalam vagina Dewi. Rasanya tidak lama lagi kami berdua akan sampai ke puncak kenikmatan….
“Dewi… aku udah mau keluar sayaang…. mmh…. sshh… sshh… mmhh…” aku
mencoba sekuat tenaga mengontrol orgasmeku agar bisa bertahan sedikit lagi.
“Dewi juga mau keluar sayang… adduhh… penis kamu tambah besar… Dewi nggak tahan lagi… mmhh… aaah……mmhh…” Gerakan kami berdua makin cepat dan makin ganas, akhirnya….
“Aahh…. Donii….. mmhh…. aahh…. Dewi nggak tahan lagi sayang… aahh… aahh…!”
“Dewiii…. aduuh….. Donii keluaar………… aahh…!” Tubuh kami menggelinjang dan bergetar hebat dalam sebuah orgasme bersama yang indah, akhirnya kami berpelukan lemas. Setelah beberapa saat kami berpelukan, aku kembali mencumbu Dewi dengan lembut. Kemudian aku merebahkan diriku di sampingnya, kami diam dan saling berpandangan. “Wow… keren…. hebat….” tiba-tiba kudengar Tante Anis bertepuk tangan memberi “applaus” untuk persetubuhan kami yang cukup lama dan menggairahkan. Kami berdua cuma tersenyum saja, sudah terlalu lelah untuk berkomentar. Mungkin lebih dari setengah jam aku dan Dewi saling bergumul sebelum akhirnya kami tenggelam dalam kenikmatan orgasme. Tampak Dewi tergolek kelelahan disampingku, dia hanya sebentar menoleh tersenyum penuh arti ke Tante Anis lalu kembali memejamkan matanya. Sementara itu sisa-sisa spermaku tampak mulai menetes dari celah vagina Dewi meskipun tidak sebanyak Tante Anis. Akupun hanya bisa terbaring lemas, penisku tampak tak berdaya. Tiba-tiba aku merasa sangat haus dan lapar. Aku bangkit lalu mengambil sekaleng bir dan menyantap sebungkus roti untuk mengembalikan tenagaku yang nyaris terkuras habis oleh dua wanita bersuami *****
“Nanti kalau sudah siap, giliran tante lagi ya… melihat kalian ML tante jadi kepengen lagi lho…. Doni masih kuat khan…?”
“Ok tante,…. Doni masih kuat kok… liat nih… sebentar juga bangun lagi…” kataku menanggapi tantangan Tante Anis. Kutunjukkan pada Tante Anis penisku yang perlahan-lahan mulai agak membesar. Melihat aku mulai segar lagi
Tante Anis merebahkan aku ke tempat tidur di samping Dewi yang masih tergolek kelelahan. Tanpa merasa perlu membersihkan penisku dari sisa-sisa persetubuhanku dengan Dewi, Tante Anis langsung mengulum dan mengkocok-kocok penisku hingga perlahan-lahan kembali mengeras dengan sempurna. Begitu melihat penisku kembali berdiri sempurna langsung Tante Anis mengambil posisi jongkok dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Seperti sebelumnya, dengan ganas Tante Anis menggerak-gerakkan pinggulnya sambil mulutnya terus berdesah-desah merasakan nikmat. Dewi yang terbaring disampingku lalu membuka mata dan menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan kami,
“Ah.. keterlaluan deh Teh Anis ini, si Doni belum sempat istirahat udah diembat lagi…. nggak kasian sama anak orang…” Tante Anis cuma tertawa kecil dan meneruskan goyangan mautnya. Tak berapa lama kemudian Tante Anis melepaskan penisku dari vaginanya dan meminta aku untuk berganti posisi, dia
ingin ditusuk dari arah belakang.
“Doni… tante kepengen kamu masukin dari belakang ya…?” Tante Anis lalu mengambil posisi menungging di sebelah Dewi sambil tangannya meraba-raba payudara Dewi sambil sesekali lidahnya menjilati putingnya. Sementara itu aku langsung memasukkan penisku lagi ke dalam vagina Tante Anis yang sudah merah merekah dari belakang. Merasakan apa yang dilakukan Tante Anis pada mulanya Dewi tampak risih, mungkin dia belum pernah dengan sesama wanita, tapi lama kelamaan dia membiarkan Tante Anis melakukan aksinya bahkan tampaknya Dewi mulai menikmati ulah tangan dan lidah Tante Anis. Aku juga tidak tinggal diam, sambil penisku keluar masuk di vagina Tante Anis tanganku mulai meraba vagina Dewi sehingga membuatnya makin terangsang. Kemudian Dewi membuka kedua pahanya lebih lebar agar jari-jari tanganku lebih leluasa masuk ke dalam vaginanya. Sementara itu pinggul Tante Anis mulai bergerak tak teratur dan desahannya makin keras.
“Aaah… mmhh… mmhh…. mmhh….” Aku tahu sebentar lagi Tante Anis akan mencapai orgasmenya yang keempat. Kupercepat gerakanku dan Tante Anispun makin tak terkontrol.
“Donii…. aahh…. tusuk yang kuat sayaang…. iya… yang kuat sayang… teruss… teruss… tusuk yang dalam…. tusuk sampai ujung sayang… aahh… tantee keluar lagii……… aaghh…” Tante Anis mengejang keras dan menyentakkan pantatnya ke arahku sehingga penisku masuk makin dalam. Kutarik paha Tante Anis ke arahku dengan maksud supaya dia makin merasakan kenikmatan orgasmenya. Setelah beberapa saat akhirnya Tante Anis
terkulai lemas dan peniskupun terlepas dari vaginanya. Melihat penisku masih berdiri tegang, Dewi langsung mengerti apa yang harus dilakukannya. Dia mengambil alih posisi Tante Anis dengan menungging di depanku. Dengan perlahan kubuka belahan vagina Dewi dan kumasukkan penisku ke dalamnya. Dewipun mendesah menahan nikmat saat penisku meluncur ke dalam vaginanya yang hangat dan basah. Sementara penisku di dalam vaginanya, kedua tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang indah. Dewi tampak sangat menikmatinya sehingga pinggulnya mulai bergerak-gerak. Setelah beberapa menit berlalu, Dewi tampak mulai kelelahan dengan posisi “doggy-style”. Dewi memintaku untuk melepaskan penis dan diapun kembali menelentangkan dirinya pasrah dengan kedua pahanya terbuka lebar-lebar seolah mengundangku untuk segera membenamkan penisku kembali. Dan akupun menanggapi undangannya dengan senang hati. Tanpa banyak basa-basi langsung kumasukkan penisku ke dalam liang vagina Dewi yang belum sempat dibersihkan dari lendir sisa-sisa persetubuhan kami sebelumnya. Dewi sendiri sekarang sudah mulai berani mengungkapkan gejolak nafsunya terang-terangan, dia mulai berani menggerakkan pinggulnya dengan ganas dan mendesah-desah dengan kuat. Rasanya Dewi yang sekarang tidak kalah ganas dengan Tante Anis. Ini sungguh kejutan bagiku, aku tidak siap menghadapi keganasan Dewi yang nyaris tiba-tiba. Hal itu membuat aku nyaris kehilangan kontrol dan hampir mencapai orgasme. Tapi aku tidak ingin mengalaminya sendiri, aku ingin Dewi juga bisa merasakannya padahal saat itu kurasakan kondisi Dewi masih stabil dan belum mendekati orgasme. Sekuat tenaga aku berusaha mengontrol nafasku untuk menghambat datangnya orgasme. Tapi rasanya tidak banyak membantu, goyangan Dewi yang ganas membuat orgasmeku terasa makin mendekat. Akhirnya kuputuskan untuk meremas buah dada dan mempermainkan klitorisnya supaya Dewi juga cepat terangsang. Ternyata cara ini efektif, dalam waktu singkat gerakan pinggul Dewi menjadi makin kuat dan mulai tidak beraturan, desahan dan lenguhannya juga semakin keras. Aku tahu Dewi juga sudah kehilangan kontrol dan mulai mendekati puncak orgasme…. “Dewi sudah mau keluar ya…….?” tanyaku.
“Hhmm… iya sayang… adduhh… sebentar lagi Dewi keluar…. barengan ya sayang….sepertinya penis Doni juga udah makin besar… mmhh… enak banget….. vagina Dewi terasa penuh…. mmhh…. aahh….. fuck me honey….fuck me hard… aahh…. aahh….” Begitu kurasakan Dewi hampir mencapai orgasme langsung kupercepat gerakanku, kulepaskan tanganku dari klitoris dan buah dadanya sambil mencari posisi yang nyaman untuk melakukan tusukan akhir yang dalam dan nikmat. Dan akhirnya…
“Dewi…. aku nggak tahan lagi… keluarin bareng sekarang yukk……”
“Iya sayang…. Dewi juga…. aahh… adduhh…. tusuk yang kuat sayang… fuck me…… yess… aahh…uuhh… Dewi keluar lagi….aahh…… aagh…!!”
“Oohh…. Dewi…. mmhh Doni juga keluaarr…… aagh…!” Akhirnya kami kembali orgasme bersamaan. Orgasme kali ini sungguh-sungguh menguras energiku, aku tidak tahu apakah aku masih sanggup kalau Tante Anis minta lagi. Tapi kulihat Tante Anis juga sudah kelelahan setelah empat kali orgasme hebat yang dialaminya sehingga kami akhirnya memutuskan untuk beristirahat saja. Kami bertiga tidur saling bepelukan tanpa busana dan hanya ditutupi selimut. Pagi itu aku terbangun, sayup-sayup kudengar suara adzan subuh. Tapi aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Ah… ternyata Tante Anis sudah bangun lebih dulu dan dia sedang asyik mengulum penisku. “Aduh… tante… pagi-pagi udah sarapan pisang…” kataku sambil tertawa.
“Hmm.. sorry ya Don,… tante tadi bangun duluan terus tante nggak tahan liat penis kamu. Tante langsung ngebayangin kayaknya enak banget kalau subuh- subuh gini ML lagi dengan Doni… nggak apa-apa khan…?” Kulihat penisku sudah berdiri tegak akibat ulah Tante Anis. Tampaknya Tante Anis sudah sangat bernafsu, nafasnya memburu tak teratur dan pandangan matanya menunjukkan dirinya sedang berada pada puncak birahinya. Sementara itu Dewi tampak masih tergeletak pulas disampingku.
“Doni sayang… tante pengen ngerasain penis kamu lagi yaa…. soalnya sebentar lagi khan kita pisah… jadi sekarang tante pengen ML lagi dengan Doni… mau khan…?”
“Masukin aja tante… Doni juga suka ML dengan tante….pokoknya hari ini Doni
mau ML sampai kita bener-bener udah nggak kuat lagi…. tante mau khan?”
“Hm…. dengan senang hati sayang….. ssttt… jangan keras-keras nanti si Dewi bangun. Kasihan dia masih kecapaian semalam gara-gara ML dengan kamu.” Ah… kali ini aku akan memberikan sesuatu yang lain untuk Tante Anis. Aku akan membuatnya mengalami orgasme berkali-kali tanpa sempat istirahat. Aku rasa ini tidak terlau sulit karena tampaknya Tante Anis tipe wanita yang sangat sensitif dan mudah mengalami orgasme. Lagi pula karena semalam aku sudah tiga kali orgasme, aku yakin bisa bertahan lebih lama lagi sekarang. Kubiarkan Tante Anis menaiki diriku dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Seperti biasa dia mulai menaik-turunkan pinggulnya sehingga penisku meluncur
keluar-masuk vaginanya. Dengan sengaja kusentakkan pinggulku untuk menandingi gerakannya sehingga membuatnya makin terangsang. Benar saja tidak sampai lima menit Tante Anis mulai kehilangan kontrol dan melenguh kuat, ia mengalami orgasmenya yang kelima. “Aahh… Doni…. tante keluar…. mmhh… adduuhh… aahh… aahh.. aaghh…!!”
Aku tidak memberi Tante Anis kesempatan beristirahat. Setelah tubuhnya melemas aku langsung membaringkan Tante Anis dan membuka pahanya, tanpa basa-basi aku langsung menancapkan penisku ke dalam vaginanya. Dan kali ini aku menusukkan penisku dengan kuat dan cepat. Benar saja, Tante Anis tampak kaget dan tidak siap dengan serangan tiba-tiba ***** Tidak sampai tiga menit kemudian tubuhnya mulai bergetar hebat.
“Adduhh… Doni… tante jadi pengen keluar lagi…. aahh… aahh… aahh…” Kurasakan badan Tante Anis mengejang dan kemudian lemas, ini orgasmenya yang keenam. Sementara itu penisku masih keras dan besar di dalam vaginanya. Tanpa memberinya kesempatan istirahat aku kembali menggerak- gerakkan penisku dengan kuat dan ganas. Tante Anis yang belum sempat istirahat untuk memulihkan tenaganya, kembali tergetar oleh rangsangan orgasme yang ketujuh.
“Donni….. kamu nakal…. nanti tante bisa keluar lagi… aduuhh… mhh… aahh… mmhh…. Doni….. tante mau keluar lagii….. aduuhh… aahh….. dorong yang keras sayang… iya… tusuk yang dalam sayang… iya gitu… terus… terus…. jangan berhenti… aahh… aahh… enak sekali sayang… mmhh… tante keluar lagiii… aahh” Kembali aku tidak memberinya kesempatan istirahat, kali ini kuangkat kedua kakinya dan pantatnya kuganjal dengan bantal sehingga penisku masuk semakin dalam hingga menyentuh ujung vaginanya. Kutusukkan penisku ke dalam vagina Tante Anis berulang-ulang dengan cepat dan kuat. Hanya berselang satu atau dua menit dari orgasme sebelumnya kembali tubuh Tante Anis bergetar hebat untuk mengalami orgasmenya yang ke delapan.
“Aahh… Donnii…. uughh…. masukin yang dalam sayang…. masukin sampai ujung…. aahh…. enak banget….. aaahh… gimana nih…. tante bisa keluar lagi…. mmhh…. aahh… aduuhh… tante keluar lagi sayang… aahh.. aahh…..” kali ini tubuhnya menggelinjang cukup lama, pinggulnya berkedut-kedut tidak beraturan, matanya terpejam rapat-rapat dan giginya terkatup menahan kenikmatan yang luar biasa…. Begitu selesai orgasme yang ke delapan, kembali aku meneruskan tusukan penisku. Kali ini tante Anis sudah mulai merasa tidak kuat lagi, matanya memelas memintaku untuk berhenti.
“Udah dong sayang… tante capek banget…. vagina tante mulai perih sayang jangan cepet-cepet dong… sakit… udah sayang… tante istirahat dulu… sebentar aja… nanti kita lanjutin lagi… kasih kesempatan tante istirahat dulu sayang…” katanya sambil mencoba menahanku. Tapi aku tidak peduli, memang gerakanku kuperlambat supaya Tante Anis tidak merasa sakit tapi aku tetap menusukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku sendiri sekarang mulai terangsang berat melihat pandangan sayu tanpa daya seorang wanita yang haus kenikmatan seperti Tante Anis. Setelah beberapa saat tampaknya Tante Anis mulai kehilangan rasa sakitnya dan berubah menjadi rasa nikmat kembali, dia mulai menggerak-gerakkan pinggulnya mengikuti gerakanku. Sekarang aku
ubah sedikit posisiku, hanya kaki kiri Tante Anis yang kuangkat sementara kaki kanannya tergeletak di kasur dan kaki kiriku kuletakkan diatas paha kanannya. Kelihatan Tante Anis menikmati sekali posisi ini, dia mulai bergairah lagi dan gerakan pinggulnya mengganas kembali. Tak lama kemudian iapun mengalami orgasmenya yang kesembilan… “Ahh… oohh…Doni….kamu pinter banget sih… aahh… anak nakal…. tusuk tante yang kuat sayang… aahh … aahh… tante keluar lagi…. aahh….. aahh aahh..!,” teriakannya kali begitu keras dan panjang sehingga Dewi yang tertidur kelelahan akhirnya terbangun juga. Aku menekan penisku dalam-dalam di vagina Tante Anis sambil menunggunya kembali siap.
“Udah sayang… tante udah capek… tante nggak kuat lagi sayang…. udah ya sayang… vagina tante udah kebas…… please… tante udah nggak sanggup lagi……”
“Hmm… Doni masih pengen terus tante… soalnya sebentar lagi kita pisah… Doni mau menikmati tubuh Tante Anis hari ini sampai sepuas-puasnya…” kataku sambil memulai lagi tusukan penisku.
“Ayo dong sayang….. udah dulu… kapan-kapan kita khan bisa ketemu lagi…. tante janji deh…. tapi sekarang udah dulu tante capek banget… tenaga tante udah abis….”
“Yang ini terakhir tante… Doni juga udah mau keluar kok… boleh yaa…” kataku sambil mengecup bibirnya. Tante Anis terdiam dan berusaha menikmati permainan penisku yang terus mengganas nyaris tanpa henti. Sementara itu aku sudah merasakan diriku mulai
mendekati orgasme juga, penisku terasa membesar dan memenuhi vagina Tante Anis. Tampaknya Tante Anis juga merasakan hal yang sama, iapun segera
terangsang berat serta mulai mendesah-desah untuk orgasmenya yang kesepuluh.
“Ahh… Doni…. keluarin punya kamu sekarang sayaang… tusuk tante yang kuat… tante juga udah mau keluar sekarang……. aaaahhh..!!” “Ayo tante kita barengan… ini yang terakhir…. aahh Doni keluarr… aaggh…!”
“Aahh…… mmhh… tante juga keluar lagii….. adduhh maakk…enak bangeett…… aaghh…!” Akhirnya kali itu persetubuhan kami benar-benar terhenti dan kamipun berpelukan lemas. Kukecup bibir Tante Anis dan perlahan-lahan kulepaskan penisku dari dalam vaginanya. Kulihat vagina tante Anis sudah sangat merah dan Tante Anis sendiri masih memejamkan matanya kehabisan energi. Hanya sedikit saja sisa lelehan spermaku yang keluar dari vagina Tante Anis, rupanya aku sudah mulai kehabisan cadangan sperma. Tiba-tiba keheningan kami dipecahkan oleh suara Dewi,
“Hey… kalian ML kok nggak ngajak-ngajak Dewi sih… emangnya kalian kira aku nggak pengen yaa….”
“Sudah berapa lama sih kalian main… kok kayaknya seru banget… Anis sampai basah penuh keringat gitu…,” lanjut Dewi lagi. Tante Anis hanya menoleh sejenak lalu memberi kode dengan jarinya bahwa ia mengalami 6 kali orgasme pagi itu.
“Enam kali…?? Ah gila juga… bener-bener teteh maniak ML….. Dewi baru tau….” kata Dewi melotot memandangi Tante Anis seolah tidak percaya.
“Swear… enggak juga Wi…. aku baru kali ini kok ML segila ini, gak tau nih siapa yang gila, si Doni apa gue….” kata Tante Anis membela diri sambil masih terengah-engah kelelahan.
“Dewi juga pengen dong sayang…. nggak usah enam kali kayak Teh Anis tapi Dewi pengen ML lagi pagi ini sebelum kita pisah… ya sayang….. please… aku pengen dapet kenang-kenangan yang spesial dari kamu. Ok, honey…..” Tapi tampaknya Dewi menyadari kondisiku yang masih lelah kehabisan tenaga.
“Kalau Doni masih cape, pakai tangan atau lidah juga gak masalah kok….. dari tadi aku liat Teh Anis ML dengan kamu kok kayaknya seru banget, Dewi jadi konak kepengen ngerasain juga. Please honey… jilatin punyaku seperti kemarin malam…. Dewi suka kok… jilatin terus sampai Dewi puas… pokoknya jangan berhenti sebelum aku puas yaaa…… please honey… eat my pussy…. please…” Dewi yang beberapa jam sebelumnya masih malu-malu dan pura- pura tidak mau ikutan kini terlihat mulai berani merayuku dengan genit, di bukanya pahanya dan kedua tangannya menarik bibir vaginanya ke samping sehingga lubang vaginanya yang mungil tampak jelas. Mau tidak mau akupun kembali terangsang dan mulai melupakan kelelahanku. Aku ingin membuat Dewi mengalami orgasme berkali-kali tanpa istirahat seperti Tante Anis. Karena penisku masih lemas, kali ini aku memulainya dengan lidahku dulu. Kubaringkan Dewi di atas ranjang dan pantatnya kualasi dengan dua buah bantal supaya lidahku bisa menjangkau vaginanya dengan mudah.
“Nah… gitu sayang… jilatin vagina Dewi… hmmh… enak banget…. Dewi belum pernah orgasme pakai oral… sekarang Dewi pengen ngerasain… ayoo sayang… bikin aku terbang melayang ke bulan…. c’mon honey… lick my pussy…. mmhh… yesss… I like it… yess… make me cum honey…” Kujilati bibir dan liang vaginanya lalu kupermainkan klitoris Dewi dengan bibir dan lidahku sementara itu jari-jari tanganku masuk ke dalam liang vaginanya. Tampaknya Dewi sangat menikmati ini, pinggulnya bergoyang-goyang perlahan serta suaranya mendesah-desah sexy sekali. Setelah beberapa menit akhirnya kuputuskan untuk meningkatkan rangsangan dengan jalan menghisap klitorisnya dengan kuat dan menjilatinya dengan cepat sehingga tubuh Dewi mulai bergetar tak beraturan. Sementara itu jari-jariku terus masuk semakin dalam sampai menyentuh g-spotnya. Ini membuat Dewi menjadi makin tak mampu mengontrol dirinya lagi, pinggulnya bergetar keras hingga akhirnya dia mengalami orgasmenya yang ketiga.
“Mmhh Doni… adduhh… Dewi nggak tahan lagi adduuhh… terus isep yang kuat… c’mon honey…. mmhh… yess…. I’m cumming…. I’m cumming…… aduh enak bangeett…. aahh… oohh…. oohh…!!” tubuh Dewi mengejang keras,
giginya terkatup rapat, matanya terpejam dan tangannya mencengkeram kasur dengan kuat. Tapi aku tidak menghentikan permainanku, klitoris dan g- spotnya terus aku rangsang sampai akhirnya setelah hampir semenit berlalu tubuh Dewi yang menggelinjang mulai terkulai lemas kehabisan tenaga. Aku ingin Dewi merasakan orgasme yang terus-menerus tanpa henti seperti Tante Anis. Dewi masih tergolek lemas di tengah tempat tidur, sementara itu penisku sudah mulai menegang kembali setelah mendapatkan cukup waktu beristirahat. Dewi yang belum sadar akan apa yang terjadi tiba-tiba kaget karena aku memasukkan penis ke dalam vaginanya yang masih berdenyut-denyut akibat orgasmenya yang terakhir.
“Aduhh… Doni sayang… kamu ganas banget sih…. Dewi masih capek nih…. istirahat dulu yaa…. please honey…” Aku tersenyum dan menggelengkan kepala perlahan sambil terus menancapkan penisku ke dalam vaginanya. Akhirnya tidak berapa lama kemudian Dewi mulai terangsang juga, dia mulai menikmati sodokan penisku dan mulai menggerak-gerakkan pinggulnya dengan ganas. Setelah beberapa menit berlalu akhirnya pertahanan Dewi mulai bobol. Ia mulai kehilangan kendali dan tubuhnya bergetar-getar merasakan orgasmenya yang ke-empat.
“Donni….. mmhh… gimana nih… Dewi bisa keluar lagi sayang……. aduhh… aahh… keluar lagi deh… aahh….. mmhh…. aahh…!” kedua tangan Dewi mencengkeram punggungku sementara itu kakinya menjepit kuat pinggulku. Aku membiarkan penisku tertancap dalam-dalam di vagina Dewi dan membiarkan dia menikmati orgasmenya. Begitu cengkeraman Dewi mulai melunak aku mulai lagi melanjutkan goyangan penisku di dalam vaginanya. Dewi tampaknya kaget setengah mati dan benar-benar tidak siap mendapat serangan beruntun *****
“Doni… udah dulu dong sayaang… Dewi masih capek….. Dewi lemes banget sayang…. please…. gimme a break, honey….” Tapi sama seperti dengan Tante Anis sebelumnya, aku tidak ambil peduli. Aku terus menusukkan penisku ke dalam vaginanya, makin lama makin cepat… sampai akhirnya Dewi mulai terangsang lagi untuk yang kesekian kalinya dan kembali ikut bergerak aktif. “Doni… gantian ya… Dewi pengen di atas….” Aku lalu merebahkan diriku dan membiarikan Dewi menaiki tubuhku sambil membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Kali ini Dewi benar-benar sudah belajar banyak dari Tante Anis, gerakannya mulai ganas dan liar. Desahan-desahan kenikmatannya benar-
benar membangkitkan nafsu. Akhirnya Dewi mulai mengalami puncak kenikmatan orgasmenya yang kelima, gerakannya makin liar terutama saat membenamkan penisku ke dalam vaginanya dan desahannya berubah menjadi jerit kenikmatan.
“Donii…. aahh… Dewi udah nggak tahan…uuhh… mmhh …..Dewi keluar lagi…. mmhh… yess…. I’m cumming… aahh… aahh……!!” Akhirnya pinggul Dewi menghujam keras ke bawah membuat penisku terbenam sampai ke ujung vaginanya berbarengan dengan rasa nikmat luar biasa yang menjalari tubuhnya. Dan Dewipun terkulai lemas di atas tubuhku. Kelihatan Dewi sudah begitu lemas setelah orgasmenya yang kelima, tapi sudah kepalang tanggung. Aku sudah terangsang berat dan belum orgasme. Kubaringkan Dewi yang masih memejamkan mata, lalu perlahan-lahan kubuka pahanya dan kuarahkan penisku ke liang kenikmatannya. “Aduh… jangan sayang… uuh… sakit sayang… vagina Dewi udah mulai ngilu…. berhenti dulu yaaa… istirahat sebentar aja… nanti boleh lagi….” Dewi mencoba menolakku, tapi tubuhnya yang sudah lemah tidak kuasa menahan masuknya penisku ke dalam vaginanya. Akhirnya ia tergolek pasrah di bawah berat tubuhku yang menindihnya. Aku tidak ingin menyakiti Dewi, sebaliknya aku ingin memberinya kenikmatan. Maka aku menggerak-gerakkan pinggulku dengan hati-hati supaya penisku bergerak dengan lembut di dalam vaginanya yang sudah over-sensitif. Kalau Dewi terlihat kesakitan aku berhenti sebentar, setelah itu aku lanjutkan lagi dengan gerakan yang lembut. Sesekali kucumbu bibirnya,
lalu kujilati leher dan telinganya agar nafsunya bangkit kembali sehingga akhirnya perlahan tapi pasti libido Dewi mulai naik kembali. Ia mulai bisa merasakan kenikmatan yang diberikan penisku. Matanya mulai terpejam merasakan nikmat dan dari mulutnya yang mungil kembali keluar desahan-desahannya yang khas dan ****** Beberapa saat kemudian tampaknya Dewi benar-benar sudah pulih, rasa sakitnya sudah tergantikan sepenuhnya dengan rasa nikmat. Ia mulai menggerakkan pinggulnya dengan ganas sehingga akupun harus mempercepat tusukan penisku untuk mengimbanginya. Aku merasakan Dewi sebentar lagi akan mencapai orgasme, dan begitu juga aku.
“Doni sayang… Dewi mau keluar lagi….. adduhh… adduhh… enak banget… mmhh… c’mon honey… fuck me harder…. yess…. aahh… masukin yang dalam sayang… adduuh… mmhh…. adduhh… Dewi keluar lagii…. mhh… aahh… I’m cumming…. aahh!”
“Ayo Dewi…. kita barengan yaa sayang……. mmhh… aahh…!!” Akhirnya aku menumpahkan sisa persediaan spermaku yang terakhir ke dalam vagina Dewi, sementara tubuh Dewi menggelinjang hebat menahan nikmat orgasmenya yang keenam. Kali ini aku benar-benar sudah kehabisan tenaga, seandainya Tante Anis masih mau ML rasanya aku akan menyerah saja. Untunglah kami bertiga sudah benar- benar kelelahan sehingga tidak ada satupun dari kami yang berani meminta lagi. Tanpa sadar hari sudah terang dan waktu menunjukkan jam 7 pagi, setelah
beristirahat sejenak kamipun akhirnya mandi bersama dan bersiap-siap meninggalkan hotel. Di perjalanan pulang masing-masing kami mulai berkomentar tentang perasaan nikmat yang kami alami…
“Doni… kamu keterlaluan, tante sampai lemes dan kaki tante sampai sekarang masih gemeteran. Veggie tante juga rasanya masih kebas… belum pernah tante orgasme sampai sepuluh kali seperti kemarin… kayaknya jatah ML sebulan habis dalam semalem deh….”
“Iya nih… Dewi juga sampai teler banget, tega banget sih kamu sayang… kayak besok kita nggak bisa ketemu lagi aja….! But anyway thanks ya… Dewi belum pernah ML senikmat *****.. I feel great…. kapan-kapan Dewi mau ikutan lagi yaa…”
“Aduh… Tante Anis dan Dewi juga nggak kira-kira ganasnya, Doni sendiri juga
sudah kehabisan tenaga. Untung aja tante nggak minta nambah lagi, ML yang terakhir dengan Dewi tadi bikin Doni bener-bener udah nggak kuat lagi. Tapi ngomong-ngomong kapan kita bisa ketemu lagi tante… Terus terang ini pengalaman Doni yang pertama ML dengan dua cewek cantik sekaligus dan Doni kayaknya ketagihan pengen lagi… Doni nggak bisa lupain pengalaman *****”
“Itu gampang diatur… ini kartu nama tante, Dewi juga kerja di kantor yang sama. Nanti kapan-kapan kalau Doni pengen ketemu tinggal telpon aja, bisa kita atur waktunya. Yang jelas tante nggak mau ketemu sendirian dengan Doni, paling tidak tante akan ajak Dewi atau tambah cewek lain biar gantian Doni yang kita habisin sampe nggak bisa bangun…ha…ha…ha…”
“Atau kalau tante mau ketemu tante bisa dateng ke kolam renang hari Jumat, Doni rutin berenang di sana setiap hari Jumat….” kataku memberi alternatif. Setelah mengantarkan aku ke kolam renang untuk mengambil motor kamipun berpisah. Tante Anis sempat berusaha menyelipkan beberapa lembar uang seratus-ribuan ke kantongku tapi aku menolaknya dengan halus. Aku tidak ingin mengganti petualangan yang bebas dan menyenangkan ini menjadi suatu profesi yang bisa mengganggu kuliah dan masa depanku. Setelah kejadian itu kami sempat beberapa kali mengadakan pertemuan dan mengulangi pesta seks, kadang di Ciater, kadang di Puncak, atau di Lembang lagi. Sekali waktu Tante Anis pernah mengajak seorang temannya lagi dan itu benar-benar membuatku kehabisan tenaga karena harus mengalami orgasme sampai delapan kali dalam semalam untuk melayani tiga orang wanita yang haus akan kenikmatan syahwat. Sayang sekali petualangan gila ini terpaksa harus berakhir setelah Tante Anis dan Dewi terlibat perselisihan akibat urusan kantor. Meskipun demikian pengalamanku bersama mereka masih terus kuingat sampai sekarang dan sering menjadi fantasi seksualku saat aku bercinta dengan istriku

Kamis, 22 September 2011

pemerkosaan putri indonesia oleh photografernya

Cerita Panas ketika malam kembali tiba, dan dunia dunia vulgar pun mulai kembali bertambah panas. Sedikit cerita sex yang akan terlewati berikut ini adalah sebuah karya dari setiap malam yang panas dan saya abadikan lewat sebatang pena dan tertuang di kertas putih yang suci. Heheheheh bisa puitis juga ne ya, dasar emang!! Cerita bebas kali ini akan mengisahkan tentang imajinasiku sendiri, khayalanku sendiri, bukan pengalamanku sendiri lo ya!! Gag tau deh semalam ngelamunin apa, tapi yang jelas tau tau uda jadi tu cerita yang cuman gag da sejam nulisnya. Yang ku tulis
ini menceritakan tentang kisah seorang artis baru, tepatnya lagi artis yang terkenal berkat dia menjadi bintang seks, uuppss salah tapi terkenal karena di adalah salah satu finalis dari putri indonesia. Mungkin beberapa hari yang lalu saya melihat acara grand final pemilihan putri Seks, uuppss salah lagi deh putri indonesia maksud saya, Hehehehe jadi saya sedikit berfantasi deh, dan akhirnya saya abadikan di cerita dewasa ini. Kisah ini lebih tepatnya lagi adalah cerita pemerkosaan, yang dikisahkan secara vulgar dan blak- blakan. Jadi jika anda membaca sampai kelar maka saya
jamin, adrenalin anda akan terpacu, dan yang punya dedek pasti langsung tegang. Hehehehee
Langsung aja deh gan dari kami ceritabebas.net mempersembahkan ini untuk anda semua. “Tante…Dina berangkat dulu yah”, pamit Dina kepada tantenya. Begitulah Dina, yang memiliki nama lengkap Andina Agustina mengawali aktifitasnya di pagi hari ini. Jam menunjukkan pukul 6 tepat saat Andina meninggalkan rumah tantenya tempat dimana dia menumpang hidup. Andina Agustina, gadis keturunan tanah rencong, berusia 18 tahun adalah seorang finalis Pemilihan Putri Indonesia 2010. Gadis cantik jelita yang selalu mengenakan jilbab ini penampilannya tidaklah kalah dengan gadis-gadis lainnya, terbukti dalam kontes itu dia terpilih sebagai juara favorit. Baju-baju muslimah yang dikenakan Andina selalu modis, dengan mengambil ukuran baju yang body fit atau ketat sehingga menonjolkan keindahan lekuk-lekuk tubuh Andinda, dada yang menonjol pinggulnya yang ramping serta pantatnya yang padat menambah nilai tersendiri bagi keindahan tubuh gadis ini. Wajahnya yang putih bersih selalu dipoles dengan kosmetik sehingga nampak semakin cantik apalagi ditambah dengan senyuman yang selalu tersungging ramah dari bibirnya yang sensual itu, Andina bukan saja seorang gadis yang cantik tetapi juga ramah. Hari ini Andina memenuhi tawaran Frans, seorang photografer, yang kemarin menghubunginya untuk pemotretan model sebuah baju muslimah karya seseorang perancang busana. Sebetulnya Andina agak malas untuk memenuhi panggilan itu karena dia masih memiliki kegiatan lainnya yang setumpuk. Namun kebetulan jadwal pemotretan yang ditawarkan itu adalah pagi hari maka setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya untuk memenuhi panggilan sang photografer itu, thoh juga itung-itung untuk menambah pengalaman dan pergaulan pikirnya. Singkat cerita, sampailah sang putri ini ditempat pemotretan yaitu sebuah rumah besar yang terletak disebuah kawasan antara Jakarta dan Bogor. Areal disekitar rumah itu agak sepi dan jauh dari keramaian, mungkin sebagai seseorang yang berjiwa seni Frans memerlukan tempat tinggal yang tenang seperti ini pikir Andina. Setelah memarkirkan mobil sedannya Andina memasuki halaman rumah tersebut, tak lama kemudian keluarlah sosok lelaki bertubuh tinggi besar, kepalanya plontos wajahnya dengan wajah khas orang chinesse. “Ah ini dia Putri Indonesia yang pertama kali berjilbab, selamat datang….”, sambut lelaki itu. Dengan senyum ramah dia kemudian memperkenalkan dirinya “Perkenalkan saya Frans alias Aliong, kamu boleh panggil saya Frans atau Aliong…”, ujar lelaki itu dengan tersenyum. “Saya Andina….”, balas Andina sambil menjulurkan tangannya untuk bersalaman. “Oouuhh…cantik nian kamu Andina…tanganmupun mulus sekali”, ujar Frans sambil menyambut uluran tangan Andina. Dan…“CUP….” sebuah kecupan bibir Frans tiba-tiba mendarat dipunggung tangan Andina, membuat Andina
agak terkejut karena baru kali ini diperlakukan bak seorang putri dari daratan eropah. “Mari silahkan masuk” Frans mempersilahkan Andina memasuki rumah sang fotographer itu. Sesampainya didalam Andina tertegun melihat suasanya didalam rumah itu, ruangannya besar-besar namun gelap dan sepi, seperti rumah yang tidak berpenghuni. “Pemotretannya dimana mas…”, Tanya Andina. “Mari kita kedalam…”, ajak Frans mempersilahkan Andina berjalan melalui lorong-lorong gelap didalam rumah tersebut. “Gimana tawaran pembayarannya ?”, Tanya Frans sambil berjalan memandu Andina. “ Masih 500.0000 rupiah pershot kan ?”, balas Andina. “Iya… iya…kamu akan saya ambil 5 shot aja koq dan masih ada tip-nya, jadi jumlah yang akan kamu terima nanti akan lebih banyak dari jumlah yang kamu perhitungkan”, jawab Frans sambil tersenyum melirik Andina. Dan tibalah mereka disebuah ruangan dibagian belakang rumah tersebut, ruangan tersebut nampaknya sudah di set-up untuk pemotretan. Ukurannya tidak terlalu luas hanya sebesar 10 x 10 meter dan terdapat sebuah sofa besar untuk sarana pemotretan dan sebuah bilik untuk berganti baju. “Ini dia studio pemotretannya, silahkan masuk Andina”. “Terimakasih mas… Tapi pemotretannya jangan lama- lama yah mas soalnya aku mau ada interview dengan majalah Femina”, ujar Andina. “Beres…semua udah diatur”, balas Frans. ” Nah, Andina ini baju yang musti kamu kenakan untuk pemotretan ini”, ujar Frans sambil menyodorkan sebuah gaun muslimah panjang. “Bajunya cuman ini aja mas dan saya ngga perlu di make-up lagi mas ?” Tanya Andina. “Nda perlu…wajah kamu udah cantik koq, nda perlu make- up lagi, baju untuk pemotretan ya cuma itu aja” ujar Frans. “Sekarang kamu silahkan ganti baju diruangan itu” Frans menunjuk satu bilik kecil didalam ruangan itu. Beberapa menit kemudian Andina keluar dengan busana panjang muslimah berwarna merah tua dipadukan dengan jilbab merah muda. Bahannya terbuat dari sutera tipis dan ukurannya ketat menjadikan tubuh Andinapun terlihat sexy. “Waw cantik sekali….”, Frans terpesona dengan kemolekan tubuh Andina. “Duduk di sofa itu”, perintah Frans sambil menutup pintu kamar pemotretan itu. “Koq sendirian aja sih mas ?”, Tanya Andina Frans hanya diam saja, dia nampak sibuk menyetel kameranya “Ok mulai berpose….”, Dan kilatan-kilatan blits mulai memancar didalam ruang itu mengiringi pemotretan Frans, Andina pun berganti-ganti gaya diatas sofa itu. Tidak ada setengah jam, pemotretanpun usai. “Selasai…!” Frans mengacungkan jempolnya. “Hihihi…engga terasa udah selesai ya mas….”, ucap Andina sambil bangkit dari sofa. “Tunggu dulu, jangan
bergerak dari sofa”, ujar Frans Wajah Frans tiba-tiba berubah menjadi serius, digantinya kamera yang menggantung di treeport dengan sebuah handycam. Kemudian Frans bersiul beberapa kali seperti memberi tanda sesuatu. “Lho…ada apa lagi mas…? Koq masang handycam segala ?” Tanya Andina yang mulai kebingungan. “Masih ada satu lagi yang ingin gue ambil dari kamu”, kata Frans. Andinapun terkejut sambil bertanya “Apa mas…?”. “Sebuah adegan….yang bakal membuat kamu lebih terkenal daripada sekedar putri-putri-an”, balas Frans sambil memasukkan film didalam hadycamnya. Belum lagi hilang rasa bingung didalam diri Andina tiba-tiba masuklah beberapa orang lelaki kedalam ruangan itu. “Ah ini dia, jagoan-jagoan kita…” ujar Frans sambil tersenyum. “Andina, perkenalkan ini lawan main kamu didalam adegan nanti. Yang tinggi besar berambut botak ini namanya Ayung, yang kurus dan berambut gondrong ini namanya Paulus dan yang berbadan tegap dan kekar ini namanya Martinus”. “Siapa mereka ? mau apa mereka ? mas mau adegan apa lagi ?” Tanya Andina yang mulai gugup melihat suasana yang tidak menguntungkan itu. “Andina, gue
sebenarnya mau bikin Blue Film alian BF alias Bokep dan kamu adalah pemeran utamanya !”, Frans menjelaskan. Sontak penjelasan Frans ini membuat diri Andina bagai tersambar petir, dia mulai sadar bahwa dirinya telah dijebak oleh Frans. “Tenang…tenang kamu tetap akan kami bayar Andina, tapi setelah film ini laku…” lanjut Frans. “Themanya tergantung dari kamu…kalo kamu rela bersedia disyuting kita bisa pilih tema perselingkuhan saja, sepeti antara bos dan karyawannya. Tetapi…kalo kamu menolak syuting ini, yaaah…terpaksa mau tidak mau thema yang aku pilih adalah PEMERKOSAAN…hahahaha….”. Wajah Andina nampak menjadi pucat pasi, hatinya menjadi ciut, aliran darahnya serasa berhenti mendengar penjelasan Frans tadi. “Tidak…tidak…aku tidak sudi….!!”, teriak Andina sambil bangkit dari sofa seraya berlari menuju pintu untuk meninggalkan ruangan itu. Namun belum lagi tangan Andina menyentuh handle pintu tiba-tiba sebuah tangan kekar dan besar milik Martinus dengan cekatan memegang tangan Andina. “Ahh..lepaskan…lepaskan aku…kalian bajingan setan semua !!!”, Andina menjerit-jerit sambil berontak mencoba melepaskan tangannya dari cengkraman tangan Martinus. “AHA…jelaslas sudah berarti thema film kita adalah PEMERKOSAAN !”, teriak Frans sambil menghidupkan handycamnya. “Kita langsung mulai saja pengambilan gambarnya…”. “Action….mulai !!!!”, perintah Frans sambil menghidupkan kameranya dan mengarahkan ke adegan Martinus yang tengah meringkus Andina. “Hebat sungguh hebat,…kejadiannya sangat alami… benar-benar ini akan menjadi sebuah filem pemerkosaan yang hebat”, ujar Frans sambil terus membidikkan kamerannya kearah pergumulan antara Martinus dan Andina. “Lepaskan…lepaskan saya….”, teriak Andina sambil meronta-ronta. Tubuh Andina diseret ketengah ruangan oleh Martinus serta Paulus yang kemudian datang membantu. Andina tiada henti meronta-ronta dan berteriak menyumpah-nyumpah serapah namun dua orang lelaki kekar itu dengan mudah mematahkan perlawanan Andina. “Tenang sayangku….kamu akan jadi terkenal”, ujar Paulus sambil menyeret Andina. Kemudian Martinus dan Paulus meletakkan tubuh Andina ke sofa, Paulus yang mengambil posisi dibelakang sofa memegangi kedua tangan Andina dengan kuat. Sementara Martinus memegangi kedua kaki Andina. Ayung, sang lelaki botak yang sedari tadi hanya mengamati kejadian diruangan itu dengan senyum-senyum simpul mulai melepaskan pakaiannya hingga telanjang bulat. Bentuk tubuh lelaki berusia 40-an ini jelek sekali sejelek roman mukanya. Ayung adalah seorang sex maniak sejati. Perutnya buncit badannya penuh dengan tatto, dan yang mengerikan dia memiliki sebuah penis yang berukuran besar yang sepertinya sangat terlatih didalam mengaduk-aduk lubang kemaluan wanita. Perlahan-lahan dihampirinya tubuh Andina yang meronta-ronta ketakutan, Andina sangat menyadari akan apa-apa yang bakal terjadi terhadap dirinya. “J…ja..ngan paakk…jjangann..perkosaa saya…”,pinta Andina dengan suara yang tergetar. Apalah arti dari permintaan itu, dihadapan para lelaki yang telah kerasukan setan itu Andina ibaratnya hanyalah seonggok daging mentah yang siap dimangsa oleh anjing-anjing budukan yang kelaparan. Dengan santai tangan Ayung menjamah tubuh Andina, diremasnya kedua buah payudara Andina. seketika tubuh Andina menggeliat sebagai tanda penolakan atas perlakuan lelaki kurang ajar ini. Tangan-tangan Ayung mulai melucuti pakaian Andina, gaun panjang yang dikenakan Andina sangatlah mudah untuk dilepas bagai menguliti buah pisang saja. Sekali tarik saja gaun yang melilit ditubuh Andina itu terlucuti. “Waaahh… indah sekali tubuhmu sayang…”, bisik Ayung sambil menyeringai. Diberinya kesempatan kepada Frans untuk membidikkan kamera hendycam-nya keseluruh tubuh Andina yang hanya dibalut bh dan celana dalam warna putih serta jilbab yang masih menutupi rambutnya. Airmata mulai meleleh membasahi wajah ayu Andina keringat dingin mengucur deras membasahi
tubuhnya yang indah itu. Ketegangan dan kengerian luar biasa menyelimuti sang juara favorit Putri Indonesia ini. Matanya terpejam erat tubuhnya bergetar disaat kembali tangan-tangan Ayung menyentuh tubuhnya. Tangan trampil Ayung kemudian beraksi kembali dengan melepaskan bh yang dikenakan Andina. Sesaat kemudian apa yang ada didada Aninda menjadi pusat perhatian dari para lelaki itu, mereka pun berdesah kagum atas keindahan dua gundukan buah dada Aninda itu. Ukurannya tidak besar tetapi proporsional dengan tubuh Aninda dan kencang. Dengan tangan-tangan kasarnya diraihnya kedua gundukan payudara itu oleh Ayung. Diusap- usap dan diremas-remas….dengan sesekali dipilin- pilinnya kedua puting yang berwarna merah muda itu. Karuan saja ini membuat tubuh Andina menggeliat- geliat, mulutnya sesekali menganga mengeluarkan desahan-desahan. Puas mempermainkan payudara Andina kedua tangan Ayung merayap turun kearah pinggung dan akhirnya dengan sekali tarikan dia melorotkan celana dalam putih Andina. Suasana diruangan itupun semakin erotis, empat pasang mata kembali terbelalak tertuju ke sebuah gundukan indah di selangkangan sang putri. Sebuah kemaluan wanita yang benar-benar terawat, bersih dengan susunan rambut kemaluan yang berjajar rapih mengelilingi liang kemaluannya. Andina terisak-isak menangis tubuhnya seolah pasrah menerima keadaan namun matanya masih terpejam erat. “Oh sang putri cantik….,beberapa
hari yang lalu aku lihat engkau berdiri tegar disebuah panggung pemilihan Putri Indonesia. Aku masih ingat kau mengucapkan bahwa kau adalah satu-satunya Putri Indonesia yang berjilbab. Aku sangat mengagumimu, tak kusangka kini kau berada didepanku….aku siap mewujudkan impianku untuk menikmati tubuhmu”, ujar Ayung sambil mengusap- usap kemaluan Andina. “Ja..jangann…pakkk… ammpunnn…jangann…”, pinta Andina sambil menagis.
Tiba-tiba tubuh Andina mengejang…mulutnya menganga seperti mengucap huruf A, rupanya jari tengah Ayung bagai cacing tanah menyeruak masuk kedalam bibir vagina Andina. “Aaaahhhh…..”, Andina menjerit ketika jari tengah Ayung itu mulai menusuk-nusuk kemaluannya, tubuhnya menggeliat- geliat bagai cacing kepanasan sementara keringatnya terus mengucur deras membasahi tubuhnya yang masih memancarkan harum wewangian bunga melati itu. CEP…CEP…CEP…begitulah suara yang keluar dari selangkangan Andina akibat dari cairan kewanitaan Andina yang dengan derasnya mengucur keluar akibat dikobel-kobel oleh jari tengan Ayung. Mata Andina terpejam begitu pula dengan mulutnya yang tertutup rapat berusaha menahan rintihan-rintihan yang akan keluar dari mulutnya. Berdasarkan pengalaman Ayung, inilah cara yang sering dipakai Ayung untuk menguras tenaga dari sang gadis pada saat memperkosa gadis itu.
Dan setelah tenaga gadis tersebut habis terkuras maka dia dapat dengan mudahnya menyetubuhi gadis tersebut tanpa perlawanan yang berarti lagi. Beberapa saat lamanya jari tengah Ayung mengocok-ngocok liang vagina Andina sampai akhirnya badan Andina terlihat melemah, wajahnya memerah menahan rasa ngilu dikemaluannya. Setelah mencabut jari tengah Ayung dari liang vagina Andina, Ayung merapatkan wajahnya ketubuh Andina tepatnya dibagian selangkangan Andina. Kini lidahnya yang mulai bermain, masih dengan obyek sasaran selangkangan Andina. Lidah Ayung mulai menyapu-nyapu gundukan kemaluan Andina, dijilat-jilatinya bagian tubuh yang amat pribadi bagi Andina itu. “Aaakkhhh….” mulut Andina menganga badannya menegang keras ketika lidah Ayung masuk dan menjilati liang vaginanya. “Ssshhh…eeehhh…aaahhh….hhhmmmhh….”, Andina merintih-rintih tubuhnya menggeliat-geliat semakin keras akibat lidah Ayung yang terus menjilat-jilat liang kemaluannya dengan rakus. Puas menikmati kemaluan Andina kini Ayung dengan lidah yang masih terjulur menyapu tubuh Andina hingga sampai dibagian dada. Kembali lidah Ayung bergerilya didua bukit indah Andina itu, kali ini dibantu dengan kedua tangannya yang ikut meremas-remas keduaaa payudara itu. Dijilat-jilat, dihisap-hisap, digigit-gigit kedua payudara indah yang malang itu oleh mulut Ayung yang rakus itu hingga memerah warnanya. Setelah itu serangan berganti sasaran lagi, kini wajah Ayung telah sejajar dengan wajah Andina yang membuang muka dari tatapan wajah Ayung. Diraihnya kepala Andina yang masih mengenakan jilbab itu dan dipalingkannya wajah
Andina hingga berhadapan dengan wajahnya. “Hhhhhmmmm…hhmmmppp”, Andina gelagapan ketika bibir Ayung mendarat dibibir Andina. Dengan rakusnya dikulumnya bibir Andina yang merah mereka itu. Lama Ayung menikmati bibir Andina, dikecup-kecup
bibir gadis cantik itu, dikulum-kulum dengan sesekali memainkan lidahnya didalam rongga mulut Andina. Andina nampak semakin gelagapan karena kehabisan nafas, betapa tidak ada sekitas 30 menit lamanya Ayung mencumbu bibir Andina. Terkuras sudah tenaga Andina oleh perlakuan yang diterimanya, apalagi Ayung seolah tak mau memberi ruang nafas kepada Andina. Andina menghela nafas panjang ketika Ayung memberi kecupan terakhir dibibirnya, setelah itu Ayung
berdiri. Nafas Andina mendesah-desah tak karuan antara nafas kelelahan dan nafas kengerian bercampur baur menjadi satu, keringat ditubuhnya deras mengucur membasahi tubuh indahnya yang masih harum mewangi itu. Tubuh telanjang Andina itu tergeletak lunglai diatas sofa, dadanya kembang kempis meraup udara mengisi oksigen ditubuhnya yang habis terkuras sementara matanya masih terpejam erat. Ayung kembali menganbil posisi dan merapat ketubuh Andina. Direntangkannya kedua kaki Andina selebar bahu dan setelah itu tiba- tiba…..”Aaaaakkkhhhhhhh……..”, Andina melengking
histeris, matanya yang terpejam seketika menjadi terbelalak ketika dirasakan olehnya sebuah benda keras berotot menusuk lobang vaginanya. Ya, batang penis Ayung yang sedari tadi tegak gagah mengacung mulai melakukan penetrasi. Batang penis itu mulai menunjukkan kegarangannya di kemaluan Andina, dengan perlahan-lahan mulai menyusup masuk keliang vagina Andina. “Ooooogghhhh…..sss… ssakkitt…..aaaaakkhhh…” ,Andina menggeliat-geliat menahan rasa sakit diselangkangannya. Sebuah mahkota kehormatan yang selama ini dijaga dan dirawat secara baik dan akan dipersembahkan kepada seseorang pria pilihannya kelak pada malam pertama setelah menikah ternyata pada saat ini tengah dikoyak oleh seseorang yang sama sekali bukan idaman atau tambatan hatinya bahkan tidak dikenalnya. Mata Andina merem melek mengeiringi geliatan tubuhnya yang semakin keras, tapi Paulus yang sedari tadi memegangi tangan Andina masih cukup kuat untuk mengatasinya. Ayung yang menindih tubuh Andina terus berusaha melesakkan batang kemaluannya didalam liang vagina Andina untuk merobek selaput keperawanannya. Tangan kiri Ayung memegangi batang kemaluannya untuk membantu menekan penisnya kedalam liang itu dan tangan kanannya menekan pinggul Andina agar dibagian itu tidak terlalu banyak bergerak. Dan akhirnya mengucurlah darah segar dari liang kemaluan Andina, pertanda bahwa Ayung berhasil membobol keperawanan Andina. “Aaaaaaahhhh…..”, Andina mengerang keras airmatanya kembali mengucur deras dari sudut-sudut matanya, matanya terbelalak menengadah kearah langit-langit kamar yang menjadi saksi akan hilangnya sebuah keperawanan dari sang putri cantik itu. Sejenak Ayung membiarkan batang kemaluannya terbenam keseluruhannya didalam liang vagina Andina, dinikmatinya kehangatan dinding- dinging liang vagina Andina yang berdenyut-denyut itu. “Ohh..nikmat sekali kau….”, desah Ayung sambil mengatur posisinya diatas tubuh Andina kedua tangan Ayung memegangi pinggang Andina yang ramping itu. Mulailah kemudian Ayung menggenjot tubuh Andina, dipompanya batang kemaluannya keluar masuk didalam liang vagina Andina secara perlahan-lahan penuh dengan perasaan. Sambil menyetubuhi Andina dinikmatinya wajah Andina yang meringis-ringin serta tubuhnya yang bergetar, sejenak kemudian gelora nafsu Ayungpun semakin memuncak wajah Andina yang sedemikian rupa memancing birahi Ayung untuk lebih agresif. Ayung mulai mempercepat irama persetubuhannya atas Andina “Aaakkhh….oohhh… ooouuhh…ooohhh…ooouugghhh. ..”, Andina merintih-rintih seiring dengan gerakan tubuh Ayung yang memompa kemaluannya keluar masuk diliang vaginanya. Gerakannya semakin lama semakin cepat sampai-sampai tubuh Andina terbanting-banting, Ayung pun mulai merintih-rintih mengiringi rintihan dan desahan yang keluar dari mulut Andina, rintihan mereka berdua bersaut-sautan menggema didalam ruang itu dan tentu saja kamera Frans tidak melewatkan adegan ini. Beberapa menit kemudian Ayung nampaknya akan berejakulasi, tubuhnya menegang keras serta kepalanya menegadah keatas dan “CCRROTT….CCCRRROTT…CCRROOOTT…”, cairan putih kental kemudian muntah dari batang penis Ayung mengisi liang vagina Andina hingga meluber keluar. “Aaaahhhhhh….”, Ayung melolong , tubuhnya mengejan menikmati puncak kenikmatan yang tiada tara itu. Entah Andina gadis yang keberapa yang telah berhasil dikoyak keperawanannya. Setelah menyemburkan tetes terakhir didalam liang vagina Andina, tubuh Ayung melemas tinggal nafasnya saja yang berderu-deru berpacu dengan nafas Andina yang terdengar bercampur dengan isak tangisnya. Ayungpun bangkit dari tubuh Andina, dicabutnya batang penis dari lobang vagina Andina. Puas sudah Ayung melampiaskan nafsu syahwatnya di tubuh Andina. Entah apa yang terjadi kemudian, tidak ada dalam hitungan menit Martinus tiba-tiba telah berdiri dihadapan tubuh Andina yang lunglai tergeletak disofa tanpa sehelai pakaianpun yang melekat ditubuhnya kecuai jilbabnya yang masih melilit dikepalanya. Rupanya dia sudah mengantri sedari tadi, tubuhnya hitam legam berotot begitupun dengan batang kemaluannya yang sudah mengacung dengan gagahnya. Tanpa memberi kesempatan buat Andina untuk beristirahat Martinus langsung menindih tubuh Andina. Dikulumnya bibir Andina dengan ganas, sementara itu kedua tangannya mulai sibuk meremas-remas kedua payudara gadis yang malang itu. “Hhhmmm…cup… mmmpphh…mmmmhh…cup..cup..mmmph h..”, suara desahan Andina terdengar bercampur dengan bunyi kecupan-kecupan yang berdecak-decak. “Ooookkhhh…..”, suara Andina melengking tubuhnya yang kembali tersentak akibat liang kemaluannya mulai dijejali kembali dengan batang kemaluan yang kali ini milik Martinus. Dalam sekejap tubuh Andina mulai digenjot, hentakan demi hentakan dari gerakan persetubuhan mengiringi desahan- desahan lembut yang keluar dari mulut Andina “Ooohhh…ooohh…eegghh…hhooohhh…
oouuhhh…”. Keringat mebanjiri kedua tubuh yang berlainan perasaan itu, dimana yang satu dengan penuh gairah yang membara terus melampiaskan birahinya kepada lawannya sementara yang satu lagi dengan perasaan putus asa dan tubuh lemah, pasrah menerima penetrasi dari sang lawan. Beberapa menit kemudian kembali liang vagina Andina dibanjiri oleh cairan-cairan sperma yang meluap hingga membasahi kedua pahanya. Martinus meregang menggelinjang merasakan butir-butir kenikmatan menjalar disekujur tubuhnya, tubuhnya kemudian melemah lunglai. Tibalah kini giliran si rambut gondrong, Paulus. Lagi-lagi rintihan-rintihan Andina mulai menggema diruangan itu,
tubuhnya kembali diperkosa disetubuhi oleh lelaki yang berumur 40-an ini. Setengah jam sudah Paulus menyetubuhi Andina hingga akhirnya kembali cairan- cairan kental itu mengisi rongga kemaluan Andina. Andina lemas tubuhnya dibasahi oleh keringatnya bercampur dengan keringat-keringat para lelaki yang memperkosanya tadi sementara selangkangannya penuh dengan cairan-cairan kental hingga kepahanya. Frans sang kameramen rupanya tak mau ketinggalan, dia nampak ingin melakukan adegan penutup dari filem ini. Setelah menyerahkan kamerenya kepada Martinus kemudian dia melepaskan baju yang dikenakannya hingga telanjang bulat. Tubuh lelaki yang berkulit kuning langsat itu nampak dipenuhi dengan hiasan tatto, sebuah kalung salib emas terlihat melintang dilehernya. Wajahnya menyeringai melihat tubuh Andina yang tergeletak lemah diatas sofa. “Sekarang giliranku….”, ujarnya. Andina hanya bisa menatap Frans dengan tatapan mata yang sendu. Lelaki yang juga aktifis partai politik yang lambang partainya berwarna dasar ungu ini nampak dengan gagahnya berdiri dihadapan tubuh Andina. Dengan sebuah lap yang telah dibasahi, Paulus membersihkan selangkangan Andina yang tadinya penuh dengan cairan-cairan yang mengental dan kering. “Ok kamera siap bos”, ujar Martinus sambil mengambil posisi serta mengaktifkan kameranya. “Silahkan tancap bos….”, ujar Paulus setelah membersihkan tubuh Andina. Frans mulai action. Diraihnya tubuh Andina yang lemah tergeletak di sofa. “Ayo sayang kita main lagi…. Ini akan menjadi filem yang hebat”, bisik Frans sambil membopong memindahkan tubuh Andina kelantai. Diterlungkupkan tubuh Andina, setelah itu diangkatnya
pinggang gadis itu hingga posisinya seperti orang yang sedang bersujud. Frans mengambil posisi dibelakang tubuh Andina. Nafas Andina terdengar tersengal-sengal tubuhnya bergetar disaat tangan Frans mengelus-elus punggung Andina yang halus dan lembut itu. “Kulitmu halus sekali dan putih bersih, kau cantik Andina…., pasti kau tak mau kalau kupersunting menjadi istriku. Makanya kita lakukan saja ini seperti suami istri ya…”, rayu Frans. Kedua tangan Frans kemudian memegang pinggang Andina. “Aaaaaakkkkhhh……..ooouuuuuhhhh…..”,
sekonyong-konyong Andina melolong keras, tubuhnya yang tadi lemas bersujud seketika langsung menegang keras, kepalanya mendongak keatas disertai dengan matanya yang terbelalak. Rupanya Frans mulai melesakkan batang kemaluannya kedalam anus Andina. Frans menyodomi Andina. BLESSSS…dalam waktu yang relatif singkat penis Frans tertanam seluruhnya didalam anus Andina. Setelah itu Frans mulai dengan gerakan menyodok-nyodok kemaluannya didalam anus Andina. “Oogghh….oohh…aagghh….”, Andina menjerit-jerit kesakitan dengan tubuh menggelepar-gelepar dan mulut yang menganga sementara Frans dengan sekuat tenaga terus menyodomi Andina. “Wah rapet sekali bo’ol kamu Andina, rasanya enaaakkk…”, ujar Frans
sambil terus menyodomi Andina. Tubuh Andina semakin lunglai lemas, keringat dingin mengucur deras kembali membasahi tubuhnya. Setelah puas menyodomi Andina. Frans mencabut penisnya dan setelah itu langsung membalikkan tubuh Andina hingga
terlentang. Frans mengarahkan penisnya kewajah Andina dan setelah itu penis Frans yang besar dan perkasa itu disumpalkan didalam mulut Andina. “Hhmmmppp…..”, Andina kembali tersentak disaat Frans berusaha melesakkan penisnya didalam rongga mulut Andina. Namun apa dayanya tubuhnya telah lemas setelah sekian kali digenjot rame-rame. Andina hanya pasrah disaat kemaluan Frans masuk kedalam mulutnya. Kedua tangan Frans memegang erat kepala Andina yang masih berjilbab itu, kemudian digerakkannya kepala Andina naik turun untuk mengurut-urut batang penisnya didalam rongga mulut Andina. “Waww..lembut sekali mulutmu, dingin sekali rasanya….aahhh…nikmaattt…”, desah Frans yang sangat menikmati perkosaan itu. Namun tidak demikian dengan Andina, dengan nafasnya yang tersengal- sengal dia terpaksa mengulum batang kemaluan Frans, mulutnya terlihat penuh dijejali kemaluan Frans sampai-
sampai kedua pipinya menggelembung akibat batang penis Frans yang besar itu menjejali mulutnya. “Ooookkhh…haaahhhhkkhh…”, Frans mengejang keras, wajahnya menyeringai menengadah kelangit- langit ruangan itu, tubuhnya bergetar ketika dia berejakulasi memuntahkan cairan-cairan sperma didalam rongga mulut Andina. “HHmmmppphh… mmmhhh….”, Andina berusaha melepaskan diri namun
sia-sia kedua tangan Frans dengan kuatnya memegang kepala Andina. CRRROOTT…CCRROOT…batang penis Frans terus memuntahkan sperma didalam mulut Andina mengalir deras membasahi tenggorokannya hingga meluber keluar disela-sela bibir Andina yang masih disumpal oleh batang kemaluan Frans. “Aaahhh…nikmat sekali”, Frans mendesah lega. Dicabutnya batang penisnya dari mulut Andina, seketika itu Andina terbatuk-batuk dan seperti akan muntah, mulutnya penuh dengan cairan kental sperma bercampur dengan airliurnya sendiri sesekali cairan itu mengalir keluar dari sela-sela bibirnya membasahi pipinya. Belum puas seratus persen, Frans kembali mengambil posisi diatas tubuh Andina dia akan menyetubuhi gadis itu. Ditekuknya kedua kaki Andina hingga bagian paha menyentuh dada. “Uuugghh….”,
Andina mendesah pelan, mulutnya meringis ketika vaginanya kembali diterobos batang kemaluan lelaki. Frans mulai menyetubuhi Andina. Mulut Andina hanya mengeluarkan desahan-desahan lemah, tubuhnya lungalai dan lemas bak seonggok daging tak bertulang ketika dia harus terbanting-banting dan tersodok- sodok akibat perkosaan yang dilakukan oleh Frans. Dengan tenaga yang masih perkasa Frans terus menyetubuhi Andina hingga akhirnya berejakulasi untuk yang kedua kalinya. Tubuh Frans menggelinjang nikmat menghantar semburan-semburan sperma yang kembali memenuhi liang vagina Andina. Kemudian kedua tubuh itupun jatuh lemas tak berdaya, deru nafas mereka berpacu membahana mengakhiri adegan pembuatan filem porno itu. Andinapun kemudian tak sadarkan diri. Rasa puas didalam diri Frans tak bisa dilukiskan, filem yang bertemakan pemerkosaan ini pastilah akan laris manis karena bintangnya adalah seorang Juara Harapan Putri Indonesia. Segera kawanan crew pembuatan filem itu membereskan peralatan mereka dan merapikan diri. Waktu menunjukkan pukul 12 siang, merekapun meninggalkan ruangan itu dan pergi meninggalkan tubuh Andina yang masih tergeletak tak beradaya, rumah itupun kembali sunyi sepi.